tag:blogger.com,1999:blog-2222578442435492672.post2377725781243515200..comments2023-09-11T08:36:09.483+07:00Comments on Tradisi Katolik: Misa Imlek Yang (Lebih) Benar?Albert Wibisonohttp://www.blogger.com/profile/06599163203686361131noreply@blogger.comBlogger20125tag:blogger.com,1999:blog-2222578442435492672.post-34756627686387551422020-11-09T00:46:41.110+07:002020-11-09T00:46:41.110+07:00Kalau yang saya perhatikan justru pada hari raya I...Kalau yang saya perhatikan justru pada hari raya Imlek, dan ketika di Paroki diadakan Misa Imlek, kebanyakan umat yang datang justru bukan orang Chinese melainkan orang yang non Chinese. Mungkin hal ini disebabkan karna tradisi yang sudah ada sejak lama, dimana pada saat Imlek semuanya berkunjung kerumah saudara atau kerabat untuk merayakannya bersama, dan itu bisanya sudah dilakukan sejak pagi hingga malam hari tiba, bahkan ada yang sampai keesokan harinya masih pergi ke rumah saudaranya yang belum dikunjungi (saking banyaknya saudara). Jika Imlek jatuh pada hari Minggu atau Sabtu, biasanya (kalau saya sih) misa di hari sebelum maupun sesudah Imlek nya, dan bukan pada hari Imlek, karna saat Imlek saya berkunjung ke rumah kerabat dan saudara. Biasanya saya mengungkapkan ucapan syukur atas perayaan Imlek dalam doa Pribadi atau keluarga dan kadang pada saat Misa hari minggu sesudah hari raya Imlek (memasukan intensi ataupun didoakan secara pribadi dalam hati)Abraham Christianhttps://www.blogger.com/profile/13933628539635702446noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-2222578442435492672.post-30506518579654109482014-02-22T12:51:01.054+07:002014-02-22T12:51:01.054+07:00This comment has been removed by a blog administrator.Anonymousnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-2222578442435492672.post-12333704768556172482014-02-22T11:16:43.962+07:002014-02-22T11:16:43.962+07:00This comment has been removed by the author.Albert Wibisonohttps://www.blogger.com/profile/06599163203686361131noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-2222578442435492672.post-82603952921990407952014-02-22T10:59:56.837+07:002014-02-22T10:59:56.837+07:00This comment has been removed by the author.Albert Wibisonohttps://www.blogger.com/profile/06599163203686361131noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-2222578442435492672.post-47434370825407486802014-02-22T09:14:07.600+07:002014-02-22T09:14:07.600+07:00This comment has been removed by a blog administrator.Anonymousnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-2222578442435492672.post-90400265593574365612014-02-22T08:58:56.673+07:002014-02-22T08:58:56.673+07:00This comment has been removed by a blog administrator.Anonymousnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-2222578442435492672.post-28824224316663063912014-02-22T08:33:40.567+07:002014-02-22T08:33:40.567+07:00setuju banget ...siip, mari tegakkan tradisi Katol...setuju banget ...siip, mari tegakkan tradisi Katolik yang benar, tanpa inkulturasi tidak ada masalah, dengan inkulturasi tambah kacau. Gereja mau dirubah jadi klenteng sam po kong...adalagi Gereja dirubah jadi candi hindu...kacau kacau.....belum lagi kekacauan oleh karismatik..... hancur lebur....<br />betul sekali nampaknya harus belajar dari islam...kasihan sekali.Anonymousnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-2222578442435492672.post-66142820077406119492014-01-29T19:45:08.528+07:002014-01-29T19:45:08.528+07:00Romo Agus ytk:
Banyak terima kasih sudah mampir k...Romo Agus ytk:<br /><br />Banyak terima kasih sudah mampir ke sini dan berbagi tambahan info yang bermanfaat.<br /><br />Saya sungguh menikmati diskusi lewat telepon dengan Romo beberapa hari yang lalu. Bersama Romo, saya berharap KWI mau menggunakan wewenangnya dan dengan murah hati mau memasukkan perayaan ini ke dalam golongan Peringatan Fakultatif, dan juga mengijinkan penggunaan warna liturgi merah, serta memberitahukannya ke Vatikan. Dengan demikian, segala silang pendapat hal legitimasi yang sebenarnya tidak perlu dan tidak produktif dapat kita hindarkan.<br /><br />Salam,<br />albertAlbert Wibisonohttps://www.blogger.com/profile/06599163203686361131noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-2222578442435492672.post-50165170705824348902014-01-29T15:59:56.208+07:002014-01-29T15:59:56.208+07:00Kemungkinan menggantikan bacaan yang ada bisa dili...Kemungkinan menggantikan bacaan yang ada bisa dilihat di PUMR 376: "Misa untuk pelbagai keperluan dan Misa Votif dengan sendirinya dilarang pada hari-hari peringatan wajib, pada hari biasa dalam Masa Adven sebelum 17 Desember, pada Masa Natal mulai 2 Januari, pada Masa Paskah sesudah oktaf Paskah. Akan tetapi, kalau ada suatu keperluan khusus atau demi manfaat pastoral, dalam Misa umat dapat digunakan rumus Misa yang sesuai dengan keperluan atau manfaat tersebut. Hal ini hendaknya diputuskan oleh pastor paroki atau oleh imam yang memimpin Misa".<br />Demikian juga dengan warna pakaian Misa. Saya setuju dengan Saudara Albert tentang "penafsiran yang agak berani" tersebut. Yang harus kita ingat adalah liturgi menggunakan simbol-simbol dunia/manusia untuk mengungkapkan iman umat dan rahmat Allah. Untuk itu Gereja menyusun suatu aturan yang berlaku umum. Tetapi untuk beberapa kesempatan dan untuk budaya tertentu, Gereja masih memberi kemungkinan disesuaikan dengan simbol-simbol budaya lain. Karena itu konferensi uskup bisa menetapkannya, dengan memintakan persetujuan Tahta Suci (misalnya jubah putih - yang seharusnya hitam - untuk imam di Indonesia). Untuk busana Misa pada perayaan tahun baru imlek, di negaranya sana (Taiwan, RRC, Vietnam, dll.) konferensi uskup di sana sudah mendapat ijin mengenakan busana merah. Apakah KWI perlu juga ikut menetapkannya? Ataukah kita cukup mengikuti ketetapan dari sana saja?Anonymoushttps://www.blogger.com/profile/02577447162958857009noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-2222578442435492672.post-83994741131616625092014-01-21T13:20:25.716+07:002014-01-21T13:20:25.716+07:00Terima kasih Pak. Amin.
Salam,
albertTerima kasih Pak. Amin.<br /><br />Salam,<br />albertAlbert Wibisonohttps://www.blogger.com/profile/06599163203686361131noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-2222578442435492672.post-69460612960828394732014-01-21T12:32:12.128+07:002014-01-21T12:32:12.128+07:00hehehe.. sudah lebih pastoral tapi untungnya masi ...hehehe.. sudah lebih pastoral tapi untungnya masi tetap "ratzinger".. Gereja Indonesia beruntung punya Maestro Liturgi seperti pak Albert.. Semoga hirarki juga mendukung usaha bapak.. Amiiin..Lukinoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-2222578442435492672.post-679077115026498432014-01-20T16:49:08.228+07:002014-01-20T16:49:08.228+07:00saya tidak se7 kalau misa 2 dalam katolik di tamba...saya tidak se7 kalau misa 2 dalam katolik di tambahkan dgn misa imlek, krn yg namanya imlek , nuansanya sudah ke cina2an . sedangkan umat katolik kan bukan org cina saja khan?? ada orang cina yang muslim, knp mereka tidak membuat pengajian/sholat bernuansa cina/imlek di masdjid??? seharusnya suatu agama mempunyai suatu ciri khas yang bisa dikenali oleh umat agama yl. kalau gereja khatolik merayakan misa imlek, artiknya gereja katolik indonesia bi/dilisme. (gereja katolik n klenteng/vihara)Anonymoushttps://www.blogger.com/profile/11588324403152808745noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-2222578442435492672.post-52859700807616144762014-01-18T21:35:09.702+07:002014-01-18T21:35:09.702+07:00Terima kasih Pak Luki. Sudah lebih pastoral ya Pak...Terima kasih Pak Luki. Sudah lebih pastoral ya Pak? Saya menunggu panggilan dari Jakarta saja Pak.<br /><br />Salam,<br />albertAlbert Wibisonohttps://www.blogger.com/profile/06599163203686361131noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-2222578442435492672.post-38536055509459868942014-01-18T21:24:59.949+07:002014-01-18T21:24:59.949+07:00Tulisan yang baik, gamblang, praktis dan agak &quo...Tulisan yang baik, gamblang, praktis dan agak "berani" Pak.. Hehehe.. <br />Sungguh menggambarkan pemahaman liturgi dan inkulturasi yang dalam.. <br />Kapan ke Jakarta? ..<br /><br />Salam,<br />Luki<br />JakartaLukinoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-2222578442435492672.post-55858649029311297562014-01-18T21:16:38.219+07:002014-01-18T21:16:38.219+07:00Terima kasih sudah mampir dan meninggalkan komenta...Terima kasih sudah mampir dan meninggalkan komentar di sini Pak Alex. Ijinkan saya memberi klarifikasi atas beberapa hal yang disampaikan. Maaf, saya akan menggunakan huruf kapital untuk memberikan penekanan, karena saya tidak bisa menggunakan garis bawah di sini.<br /><br />Penggunaan istilah "Misa Imlek" atau beberapa kali saya menulis "Misa (syukur atas) Imlek", hanyalah SIMPLIFIKASI saja. Sama seperti saat kita menyebut Misa Paskah, Misa Natal, Misa Jumat Pertama, Misa Arwah, Misa Perkawinan, Misa Tahbisan, dll. Saya setuju dengan Bapak, bahwa semuanya adalah satu perayaan yang sama, yaitu MISA KUDUS.<br /><br />Warna liturgi untuk Misa Imlek TIDAK HARUS MENGIKUTI warna liturgi yang berlaku pada HARI di mana diadakan Misa Imlek tersebut. Dengan dasar aturan dan logika yang sama, bila pada hari Peringatan Wajib St. Yohanes Bosko tersebut diadakan Misa Arwah di siang atau sore harinya (sebagai Misa tambahan dan bukan menggantikan Misa untuk Peringatan Wajib St. Yohanes Bosko), maka warna liturginya adalah ungu. Contoh yang lain lagi, bila pada Hari Raya Santo Petrus dan Paulus (warna liturginya merah) diadakan juga Misa Perkawinan (Misa tambahan), imam mengenakan kasula warna putih. Bila pada hari tersebut diadakan juga Misa Arwah (Misa tambahan), imam mengenakan kasula warna ungu. (Bdk. PUMR 347, TP Perkawinan 34, Upacara Pemakaman 38)<br /><br />Bacaan-bacaan untuk Misa pun mengikuti JENIS MISA YANG DIRAYAKAN (Misa Peringatan Wajib St. Yohanes Bosko, atau Misa HR St. Petrus dan Paulus, atau Misa Perkawinan, atau Misa Arwah, atau juga Misa Imlek) dan BUKAN SEMATA MENGIKUTI BACAAN DI HARI DIMANA MISA ITU DIRAYAKAN. (Bdk. Ordo Lectionum Missae - Praenotanda).<br /><br />Hal warna liturgi dan bacaan-bacaan ini tentunya dengan asumsi yang mendasar yang telah saya sampaikan di atas, bahwa Misa-Misa Ritual dan Misa untuk Pelbagai Kesempatan itu TIDAK MENGGANTIKAN Misa pada suatu hari tertentu yang harus dirayakan sesuai kalender liturgi.<br /><br />Semoga tambahan informasi ini bermanfaat bagi seluruh pembaca lain juga.<br /><br />Salam,<br />albertAlbert Wibisonohttps://www.blogger.com/profile/06599163203686361131noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-2222578442435492672.post-16316534165647866292014-01-18T20:22:40.092+07:002014-01-18T20:22:40.092+07:00Terima kasih sudah mampir dan meninggalkan komenta...Terima kasih sudah mampir dan meninggalkan komentar di sini Pak Indra. Saya sepenuhnya setuju.<br /><br />Salam,<br />albertAlbert Wibisonohttps://www.blogger.com/profile/06599163203686361131noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-2222578442435492672.post-48539206266423992732014-01-18T19:20:12.654+07:002014-01-18T19:20:12.654+07:00Redemptoris Sacramentum / Sakramen Penebusan no. 7...Redemptoris Sacramentum / Sakramen Penebusan no. 78 Tidak diizinkan mengkaitkan perayaan Misa dengan peristiwa - peristiwa politik atau sekular atau situasi-situasi yang tidak sepenuhnya sesuai dengan ajaran Magisterium Gereja Katolik. Juga perlu dihindarkan suatu Perayaan Ekaristi yang hanya dilangsungkan sebagai pertunjukan atau menurut upacara-upacara lain, termasuk yang bersifat profan, jika tidak, maka Ekaristi menjadi dikosongkan dari makna aslinya.<br />Istilah “Misa Imlek” yang sering kita dengar pada saat merayakan Misa yang bertepatan dengan hari raya Imlek adalah istilah yang kurang tepat. Tidak ada istilah Misa Imlek, Misa tahun baru, dsb. Misa yang ada hanya satu, yaitu MISA KUDUS. 1 Januari adalah Hari Raya ST. Maria Bunda Allah. Gema untuk mengikuti Hari Raya yang diwajibkan Gereja pada perintah ke 2, dalam 5 perintah Gereja kurang begitu “digemakan”. <br />Tidak ada istilah Misa Imlek, Misa 1 Suro, Misa tahun baru Saka, Misa tahun baru 1 Januari, dsb. Yang ada hanya 1, yaitu Misa Kudus.<br />Bagaimana sebaiknya Gereja Katolik dalam menyikapi perayakan Imlek.<br />Pertama-tama, Perayaan Imlek TIDAK termasuk di dalam penanggalan liturgi Gereja Katolik. Maka jika sampai diadakan perayaan Ekaristi pada hari tahun baru Imlek, hanya Misa syukur biasa, dengan bacaan liturgis warna liturgis, menurut penanggalan liturgis pada hari itu. Demikian halnya dengan Misa Syukur Perkawinan, dsb.<br />Hari raya imlek identik dengan warna Merah, apakah Gereja Katolik boleh mempergunakan warna merah? Untuk warna liturgis (warna jubah imam dan perlengkapan di altar) adalah mengikuti penanggalan pada saat itu. Umumnya dipergunakan warna hijau (jika jatuh pada masa biasa) atau putih (jika jatuh pada perayaan khusus/sebagai lambang perayaan syukur). Lalu bagaimana dengan Dekorasi? pernak- pernik Imlek yang sudah terlanjur melekat dengan perayaan Imlek yang”berbau” profan sebaiknya tidak diletakan didalam Gereja, karena berpotensi untuk mengalihkan perhatian umat dari makna Ekaristi yang sesungguhnya. <br />Hari Raya Imlek jatuh pada Hari Jumat, 31 Januari 2014, yang jatuh pada masa biasa pada minggu ke III penanggalan liturgi tahun A. Dalam Kalender Liturgi, Jumat 31 Januari 2014 adalah Peringatan Wajib St. Yohanes Bosko dan warna liturginya adalah Putih. Pada dasarnya umat yang hadir mengikuti Perayaan Ekaristi pada tanggal 31 Januari 2014 adalah dalam Peringatan wajib St. Yohanes Bosko. Apalagi sampai makna Peringatan Wajib kalah “gaung” nya oleh istilah Misa Imlek yang tidak dikenal dalam penanggalan Liturgi Gereja Katolik.<br /><br />Alasan “tidak mengubah tata cara perayaan Ekaristi” rasanya terlalu dicari-cari (legalism??), karena dengan jelas dan terang benderang diumumkan di Gereja (yang melakukannya) bahwa tanggal tersebut adalah Misa IMLEK. Intensinya jelas Imlek, gong xi fa cai=rejeki berlimpah ruah (duniawi !). Homili romo pun jelas maknanya imlek, Tahun kelinci, umat diminta bersikap seperti kelinci. (Kelinci jadi patron, bukan para santa dan santo……….. masyaallah…)<br />Jadi jelas misa Imlek adalah misa inkulturasi walaupun tidak merubah tata cara perayaan tapi telah merubah makna dan intensi dari misa itu sendiri yang akan berujung pada sinkretisme.<br /><br />Alex.Anonymousnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-2222578442435492672.post-69324817368149967382014-01-18T10:46:50.566+07:002014-01-18T10:46:50.566+07:00Salam,
saya cuman mau menggemukakan pendapat prib...Salam,<br /><br />saya cuman mau menggemukakan pendapat pribadi bahwa misa imlek merupakan perpaduan antara Katholik dan tradisi China. Dimana tradisi di dalam masyarakat China yang sangat banyak. Tetapi yang terpenting bukan banyak nya tradisi suatu suku melainkan tradisi adalah identitas suatu suku yang tidak perlu di hilangkan hanya kita memeluk agama tertentu secara khusus yang kita bahas di sini adalah agama Katholik. Seperti yang di katakan Yesus dia tidak mengilangkan taurat tapi untuk melengkapi nya dan kata taurat di sini bisa di artikan sebagai tradisi yaitu tradisi orang Yahudi. dan perbedaan manusia dan binatang juga terletak pada akal budi, adat istiadat dan tata krama. Dalam setiap tradisi suatu suku pasti tertuang semua itu dan memang tidak semua tradisi dapat di laksaakan dan ada yang perlu di ubah.<br />dan dalam imlek merupakan ungkapan syukur masyarakat dahulu saat perubahan musim dingin ke musim semi yang artinya mulai bisa becocok tanam lagi. <br />jadi kalo misa imlek bisa dimaknai dengan misa ucapan syukur kepada Tuhan.<br />kira2 seperti ini menurut pendapat saya. maaf apabila ada salah kata2.<br /><br />Salam sejahtera bagi kia semua,<br />Tuhan memberkati<br />indraAnonymousnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-2222578442435492672.post-47442749672366714692014-01-18T09:56:36.031+07:002014-01-18T09:56:36.031+07:00Apa karena Misanya mengambil jadwal Misa reguler P...Apa karena Misanya mengambil jadwal Misa reguler Pak?<br /><br />Sebenarnya bisa saja umat yang bukan keturunan Cina ikut Misa Imlek. Memang lalu agak kabur makna syukur atas Imleknya. Semoga ikutnya bukan karena "kepingin tahu dan kepingin nonton Misa Imlek". Nah ini yang lalu kurang pas.<br /><br />Salam,<br />albertAlbert Wibisonohttps://www.blogger.com/profile/06599163203686361131noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-2222578442435492672.post-27753173367556141172014-01-18T09:40:39.736+07:002014-01-18T09:40:39.736+07:00Satu catatan, jangan mengganti Misa Hari Minggu at...Satu catatan, jangan mengganti Misa Hari Minggu atau Misa Hari Biasa (bagi seluruh umat) dengan Misa Imlek (bagi suatu kelompok kategorial). Tahun lalu, Imlek jatuh pada hari Minggu, 10 Februari 2013. Menurut kalender liturgi, hari itu adalah Hari Minggu Biasa Kelima, yang harus dirayakan oleh umat Katolik di seluruh dunia. Jangan lalu Misa Hari Minggu Biasa itu diganti dengan Misa (syukur atas) Imlek yang hanya dirayakan oleh sebagian umat, sekalipun dari segi jumlah mungkin cukup besar dan bahkan mungkin mayoritas di suatu paroki atau stasi tertentu. Hak umat minoritas untuk merayakan Hari Minggu Biasa Kelima pun tetap harus kita hormati.<br /><br />Pada kenyataannya yg menghadiri misa Imlek itu bukan thok umat Katolik yg keturunan Cina. Malah banyak umat non-keturunan Cina yg menghadiri misa Imlek tsb.Anonymoushttps://www.blogger.com/profile/17474755395444452157noreply@blogger.com