Adakah di antara Anda yang pernah mendengar kata Tenebrae? Di sebuah gereja di Surabaya, menurut sumber saya, sudah tiga tahun ibadat ini diadakan, dari 2005-2008. Dari internet, saya juga temukan Teks Tenebrae di Seminari Santo Paulus, yang diadakan pada hari Jumat Suci 2003. Apa sebenarnya Tenebrae ini? Siapa yang perlu melaksanakan ibadat ini dan bagaimana bentuknya yang benar? Tulisan ini saya sajikan untuk memberi gambaran awal tentang ibadat kuno yang cukup populer ini.
Tenebrae adalah kata dalam bahasa Latin yang artinya kegelapan. Dalam tradisi Katolik, Tenebrae adalah nama yang diberikan untuk gabungan dari Ibadat Bacaan (Officium Lectionis) dan Ibadat Pagi (Laudes) yang dilaksanakan pada Trihari Suci Paskah. Disebut gabungan, karena memang penyelenggaraan kedua ibadat ini digabungkan; Ibadat Pagi dilaksanakan segera setelah Ibadat Bacaan selesai.
Buat yang belum pernah dengar tentang Ibadat Bacaan dan Ibadat Pagi, keduanya adalah bagian dari Ibadat Harian, atau gampangnya sholatnya orang Katolik. Memang, orang Katolik pun harusnya sembahyang beberapa kali sehari; bukan cuman 5 waktu tapi malahan 7 waktu. Apa saja ketujuh waktu itu? Ada Ibadat Pagi (Laudes) yang dilaksanakan saat matahari terbit dan Ibadat Sore (Vesper) yang dilaksanakan saat matahari terbenam. Di antara keduanya, ada Tertia, Sexta dan Nona, yang sesuai namanya diselenggarakan pada jam ketiga, keenam dan kesembilan, dihitung dari sejak matahari terbit. Untuk mudahnya, kalau kita anggap matahari terbit pukul 6:00 pagi, maka Tertia diadakan pada pukul 9:00, Sexta 12:00 dan Nona 15:00. Nah, sampai di sini sudah ada lima ibadat. Berikut, ada yang namanya Ibadat Bacaan, yang sekarang bisa dilakukan kapan saja, meski dulunya ibadat ini dilakukan di tengah malam. Yang terakhir adalah Ibadat Penutup (Completorium) yang dilakukan sebelum tidur, pukul berapapun tidurnya.
Mari kita kembali ke Tenebrae. Dari penjelasan di atas, kita tahu bahwa Tenebrae adalah bagian dari Ibadat Harian. Dengan begitu, Tenebrae adalah liturgi, bukan devosi. Sebagai bagian dari Ibadat Harian dalam Trihari Suci Paskah, Tenebrae tentu tidak boleh menggantikan perayaan liturgi yang biasa kita hadiri pada Trihari Suci Paskah: Kamis Putih, Jumat Agung dan Sabtu Suci. Tata perayaan liturgi Trihari Suci Paskah itu sendiri, yang berawal dari tradisi kuno gereja, harus dilaksanakan dengan taat dan religius dan tidak boleh diubah oleh siapapun atas insiatif sendiri, demikian yang tertulis di Sirkuler Kongregasi Ibadat Ilahi tentang Persiapan dan Perayaan Pesta Paskah (Feb 1988). Sirkuler ini juga yang meminta agar Ibadat Bacaan dan Ibadat Pagi pada hari Jumat Agung dan Sabtu Suci (=Tenebrae) dilaksanakan dengan kehadiran umat, bukan cuma oleh para klerus. Untuk kepentingan itu, maka waktunya pun perlu disesuaikan. Tentu susah mengharapkan kehadiran umat manakala Tenebrae ini dimulai pada pukul 3:00 pagi seperti pada jaman dahulu kala di biara-biara. Lalu, kapan waktu yang tepat? Boleh saja dibikin di pagi hari Jumat Agung dan Sabtu Suci. Bagaimana kalau ada devosi jalan salib di pagi hari Jumat Agung? Pakar liturgi C.H. Suryanugraha OSC mengatakan bahwa kebiasaan jalan salib di pagi hari ini sebenarnya kurang tepat. Ia mengingatkan bahwa Paus sendiri melaksanakan jalan salib di malam hari Jumat Agung. Pakar liturgi yang lain, P. Boli Ujan SVD meyakinkan bahwa sesuai Pedoman Ibadat Harian (PIH), Ibadat Bacaan dapat didaraskan pada setiap waktu sepanjang hari (PIH 59). Lebih lanjut mengenai Ibadat Harian dalam Trihari Suci Paskah dapat dibaca di PIH 208-213.
Berikutnya, mari kita bahas tata upacara Tenebrae. Ibadat ini, seperti juga Ibadat Harian lainnya, aslinya adalah nyanyian Gregorian, dalam bahasa Latin. Lagunya sangat indah dan suasananya ibadatnya sangat dramatis, dengan nuansa berkabung dan kesedihan yang mendalam. Ibadat ini dulunya dilaksanakan di biara-biara mulai pukul 3:00 pagi, diterangi cahaya 15 lilin di kandelar khusus seperti yang terlihat di foto sebelah, plus 6 lilin di altar. Lilin-lilin ini nantinya satu persatu dipadamkan hingga tercapai kegelapan yang sempurna. Itu sebabnya ibadat ini dinamakan Tenebrae, yang artinya kegelapan. Sekarang ini, Tenebrae memang tidak lagi dimulai pukul 3:00 pagi, namun 15 lilin (atau kadang dimodifikasi menjadi hanya 7 lilin) dengan kandelar khusus itu toh tetap digunakan. Dalam praktiknya, bahkan ada pemikiran bahwa upacara yang dibikin dengan lilin-lilin yang dipadamkan satu persatu lalu boleh disebut Tenebrae. Sebaiknya kita berhati-hati dengan Tenebrae yang digagas saudara-saudara kita Kristen non-Katolik. Umat Katolik sebaiknya berhati-hati menggunakan tata upacara atau partitur Tenebrae yang ada di internet atau yang dibeli dari luar negeri. Kurang pas rasanya kalau kita menggunakan liturgi Protestan di dalam gereja Katolik. Dalam tradisi Katolik, Tenebrae dilaksanakan dalam suasana berkabung yang amat mendalam. Organ tidak pernah dipakai dalam Tenebrae, juga tidak dimainkan sebelum dan sesudah ibadat ini (Ceremonies of the Liturgical Year 409, Elliott, 2002).
Tenebrae menurut tradisi Katolik sebelum Konsili Vatikan II memiliki unsur-unsur berikut. Yang pertama adalah Ibadat Bacaan. Ibadat Bacaannya terdiri dari 3 Nocturna, yang masing-masing terdiri dari 3 Mazmur dan 3 Bacaan plus Tanggapannya. Kalau ditotal, semuanya ada 9 Mazmur. Nah, berikutnya adalah Ibadat Pagi. Ibadat Paginya terdiri dari 5 Mazmur dan Kidung plus satu lagi Kidung Zakaria (Benedictus) sebagai puncaknya. Nah, lilin yang 15 buah tadi nantinya dimatikan satu persatu setiap kali selesai mendaraskan mazmur atau kidung yang jumlahnya 14 (tidak termasuk Kidung Zakaria). Berikutnya, satu persatu lilin di altar yang jumlahnya 6 buah juga dimatikan setiap kali selesai mendaraskan 6 ayat-ayat terakhir Kidung Zakaria. Sampai di sini tinggallah satu lilin di puncak kandelar khusus yang berisi 15 lilin tersebut. Satu lilin itu pun lalu diambil dan disembunyikan di bawah altar sehingga terjadi kegelapan yang sempurna. Pada saat yang sama, semua yang hadir menimbulkan kegaduhan, biasanya dengan memukul-mukulkan Buku Ibadat Harian (Brevir) ke bangku. Ini untuk mensimulasikan gempa yang terjadi saat Yesus wafat. Setelah itu, lilin yang disembunyikan di bawah altar dikeluarkan lagi dan ibadat berakhir dengan khidmat.
Supaya lebih jelas, berikut saya berikan contoh rumusan Tenebrae untuk Jumat Agung. Ini saya ambil dari Missale Romanum 1962 terbitan Baronius. Rumusan ini ada juga di Liber Usualis. Pertama, kita mulai dengan Ibadat Bacaan. Nocturna Pertama: Mazmur 2, 21 dan 26 plus 3 bacaan yang diambil dari Kitab Ratapan (Nabi Yeremia) 2. Nocturna Kedua: Mazmur 37, 39 dan 53 plus 3 bacaan yang diambil dari tulisan Santo Agustinus. Nocturna Ketiga: Mazmur 58, 87 dan 93 plus 3 bacaan yang diambil dari Surat Rasul Paulus kepada Orang Ibrani 4. Setelah selesai Ibadat Bacaan dengan tiga nocturna itu, kemudian dilanjutkan dengan Ibadat Pagi. Mazmur 50, 142, 84, Kidung Habakuk III, Mazmur 147 dan akhirnya Kidung Zakaria. Itu semua kalau didaraskan akan makan waktu setidaknya 2.5 jam.
Nah, di atas adalah format Tenebrae hasil reformasi terakhir sebelum Konsili Vatikan II. Setelah Konsili Vatikan II, formatnya jauh lebih sederhana, tapi tentu tetap adalah format Ibadat Bacaan dan Ibadat Pagi yang digabungkan. Kalau mau detailnya, untuk yang Jumat Agung bisa dibaca sendiri di Buku Ibadat Harian (Brevir), mulai halaman 168. Kalau juga pengin tahu aslinya dalam bahasa Latin, boleh coba klik di link Liturgia Horarum Online ini.
Rumit dan panjang yah? Memang, itu sebabnya ibadat ini biasanya dipandu oleh seorang Magister Caeremoniarum. Oh ya, uskup atau imam yang hadir dalam ibadat ini tidak memakai kasula atau pluviale. Mereka hanya memakai habitus choralis atau gampangnya busana panti imam. Untuk uskup, ini berarti jubah dan selendang sutera ungu dengan rochet putih dan mozetta ungu serta salib pektoral yang digantung dengan tali anyaman hijau emas, plus pileola (solideo) dan biretta ungu. Untuk imam, ini berarti jubah mereka (yang menurut tradisi Katolik berwarna hitam) plus superpli putih. Kalau jubah imam berwarna putih dan tidak terlihat indah dikombinasikan dengan superpli yang juga berwarna putih, boleh saja imam memakai alba putih dan singel. Stola tidak dikenakan baik oleh uskup maupun imam.
Rasanya saya harus berhenti sebelum tulisan ini jadi terlalu panjang. Akhirnya, kalau ada yang tertarik untuk bikin atau mempelajari ibadat Tenebrae ini, boleh saja hubungi saya.
Artikel lain yang relevan:
- Magister Caeremoniarum
- Busana Uskup
- Busana Imam
Link: Tenebrae (New Advent Catholic Encyclopedia)
Link: Tenebrae (Wikipedia)
Link: Tenebrae (Sisters of Carmel)
Link: Tenebrae Contoh Gregorian - Kitab Ratapan Nabi Yeremia (MP3 - 7.7MB - WDTPRS)
Menarik sekali artikel tentang tenebrae, apa sampai sekarang ibadat ini masih dilakukan divatikan secara rutin?
ReplyDeleteKapan ya ibadat ini bisa dilakukan di Indonesia?
Di Skolastikat SCJ di Jogjaklarta (Jln. Kaliurang Km 7), Tenebrae ini sudah duilaksanakan hampir 10 tahun. Kalau ada yang mau ikut, silahkan datang ke Skolastikat SCJ, Jln. Kaliurang Km 7, Jogjakarta. Ibadat dilaksanakan bersama para frater SCJ dan umat lainnya
DeleteTenebrae ini sudah dilaksanakan di Skolastikat SCJ, Jln. Kaliurang km 7, Jogjakarta sudah sekitar 10 tahunan. Kalau anda berminat, silahkan bergabung dengan para frater SCJ di Jln. Kaliurang Km 7, Jogja. Anda akan melakukannya bersama dengan para frater dan romo SCJ dan juga umat lainnya. Salam kasih Kristus
Deletebu kartika, saya belum berhasil menemukan apakah tenebrae ini masih dilakukan secara rutin di vatikan. dari jadwal acara paus di link berikut ini memang tidak tertulis bahwa bapa suci akan menghadiri tenebrae selama pekan suci 2009.
ReplyDeletehttp://www.vatican.va/various/prefettura/en/udienze_en.html
meski begitu, sangat mungkin tenebrae ini dilakukan sendiri oleh para kanon basilika st. petrus, yang memang sehari2nya bertugas menyanyikan ibadat harian di kapel koor ini:
http://www.saintpetersbasilica.org/Altars/Choir/Choir.htm
mengenai tenebrae di indonesia, ada info dari seorang teman, fransiskan ordo ketiga, yang menulis komentar di paroki facebook indonesia, bahwa di biara2 fransiskan ibadat ini biasa diadakan. coba saya copy paste komentar beliau ke sini ya.
sementara baru ini info yang bisa saya bagi, semoga berguna.
salam,
albert
ini ada komentar dr bapak gerardus mayella lewat facebook, saya kutipkan ke sini:
ReplyDeleteTAMBAHAN UNTUK TENEBRAE
TENEBRAE dalam Biara2 Fransiskan/OFM masih digunakan setiap Senin setelah Minggu Palma sampai Hari Rabu sebelum Kamis Putih, dan hampir semua Gereja2 Fransiskan masih menggunakan tradisi Tenebrae, hanya namanya bukan Tenebrae tapi LAMENTASI yang berisikan lagu2 RATAPAN PARA NABI, DIAMBIL DARI KITAB RATAPAN.
TRADISI FRANSISKAN/OFM sejak abad ke-12 yang diprakasai oleh pendirinya ST. FRANSISKUS ASISI.
Lamentasi ini lagu2 sangat mengharukan dan memelas, sebagaimana dahulu Bangsa Israel meratapi dimasa pembuangan dan berdoa di tembok2 suci. Di Cipanas Cianjur Jabar Lamentasi diadakan pada hari Senin sampai Rabu sebelum Kamis Putih setiap jam 17:00. Salam dalam persaudaraan dari Gerard Mayella OFS dan OFS Cipanas. GBU.
Waktu baca ini dan lihat gambarnya pikiran sya lgsg ingat Lamentasi, Iya di daerah tempat tggalku di flores dari dlu smpai sekarang ada ibadat itu, dan namanya lamentasi, dlu waktu SD smpai SMP sering ikut. Biasanya berisi ratapan seperti yg penjelasan yg dikoment
ReplyDeleteapakah bapak memiliki rumusan teks ibadat ini, kalau semisal ada bolehkan saya minta? saya juga ingin bertanya bedanya tenebrae biasa dengan tenebrae simplified, di mana letak perbedaannya? terimakasih.
ReplyDeleteSalam Dik,
DeleteMaaf, saya tidak punya rumusannya dalam bentuk satu buklet. Hal perbedaannya, ada cukup banyak dan saya sendiri tidak ingat. Kalau mau, bisa coba bandingkan di buku2 yang saya sebutkan di atas.
Salam,
albert
Mohon maaf sebelumnya, penjelasan di atas lebih menjelaskan tata Lamentasi yang lebih berkaitan dengan kebiasaan ibadat harian para religius. Di beberapa biara, upacara Lamentasi itu juga dimaksudkan untuk merenungkan Tenebrae (keadaan gelap pada masa kematian Yesus). Di setiap Biara, kongregasi atau Ordo, pelaksanaannya bisa berbeda-beda sesuai kebiasaan dan ekspresi keimanan Gereja. Dalam peristiwa Jumat Agung, beberapa kebiasaan Tenebrae dimaksudkan untuk merenungkan 7 sabda terakhir-Nya. Kebetulan kami masih merayakan Tenebrae ini.
ReplyDeleteDi beberapa komunitas religius di Indonesia, (variasi) ibadat ini dikenal dengan nama Ibadat Lamentasi. Kenapa Lamentasi (=Ratapan)? Karena bacaan pertamanya diambil dari Kitab Ratapan (Nabi Yeremia). "De Lamentatione Ieremiae Prophetae ..."
DeleteDi atas ada komentar dari tahun 2016 tentang penyelenggaraan ibadat (semacam) ini di Skolastikat SCJ di Yogyakarta. Frater Virdimu di Skolastikat kah?