Saya gembira melihat perkembangan paduan suara di Surabaya. Belakangan ini saya banyak mendengar lagu-lagu bahasa Latin dinyanyikan dalam misa kudus. Masyarakat kota memang cepat menyerap budaya asing, khususnya bila dianggap baik, cocok, atau lebih superior dari budaya lokal.
Ada dua hal yang ingin saya bahas di sini. Yang pertama, perlu kita pahami bahwa tidak semua lagu dalam bahasa Latin bisa dibilang lagu Gregorian. Banyak yang tidak sadar akan hal ini dan mengatakan bahwa, “Koor saya sekarang menyanyi Gregorian loh.” Atau, “Kami ikut lomba paduan suara khusus lagu-lagu komuni Gregorian.” Sangat mungkin yang mereka maksud adalah lagu-lagu dalam bahasa Latin, yang belum tentu berirama Gregorian.
Nah, sebaliknya, tidak semua lagu Gregorian berbahasa Latin. Di Puji Syukur ada beberapa contoh lagu Gregorian yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, seperti: PS 501 Mari Kita Memadahkan (Pange Lingua), PS 565 Datanglah Ya Roh Pencipta (Veni Creator Spiritus). Tentu, ada juga lagu Gregorian dalam bahasa Inggris dan lain-lain.
Yang berikut ini saya kutip dari bagian Pengantar di CD “In Nomine Patris: Cantus Gregorianus”, yang dibikin teman-teman dari Schola Iacartensis*:
“Ciri khas nyanyian Gregorian adalah bahwa nyanyiannya mengungkapkan isi kata (Latin), tanpa irama tetap (ketukan), tetapi dengan berpangkal pada aksen dan arti kata. Seperti layaknya lantunan sebuah syair, gerak naik turunnya melodi mengikuti gerak aksen dalam sebuah kata dan makna kata dalam keseluruhan frase. Maka dapat dikatakan bahwa nyanyian atau melodi Gregorian ini tumbuh dari kata-kata, yang umumnya diambil dari teks Kitab Suci.”
Kalau ada waktu, nggak ada salahnya baca artikel Wikipedia ini mengenai Lagu Gregorian.
Hal kedua yang ingin saya bahas, soal pilihan teks lagu untuk misa. Banyak pemimpin paduan suara memilih lagu-lagu yang melodinya enak untuk dinyanyikan dan didengar. Kadang kita kurang memikirkan kecocokan teksnya. Apalagi kalau teksnya berbahasa Inggris, atau Latin, yang kurang dipahami. Saya berikan contoh yang gampang dimengerti. Minggu malam yang lalu saya ikut misa di suatu paroki. Koornya menyanyikan tiga buah lagu komuni, dua di antaranya dalam bahasa Latin. Teksnya lagu pertama begini bunyinya:
Gloria, gloria, gloria, gloria.
Gloria, gloria, glory Deo. …
Lagu yang kedua begini bunyinya:
Dona, dona nobis pacem.
Dona nobis pacem, pacem. …
Wah, ini pilihan teks yang kurang pas buat lagu komuni lah. Yang pertama kurang pas karena madah untuk memuliakan Tuhan sudah dinyanyikan di ritus pembuka. Memang di situ tempatnya, bukan saat komuni. Yang kedua sebetulnya nggak terlalu masalah, cuman memang itu bukan teks lagu yang paling cocok untuk mengiringi komuni. Jauh lebih cocok lagu berikut dalam bahasa Indonesia yang mereka juga nyanyikan:
Aku rindu akan Tuhan, dalam sakramen terkudus.
Aku rindu menerima, Yesus Allah manusia. ...
Memang, mudah sekali kita salah di sini. Saya juga baru sadar benar akhir-akhir ini kok. Beberapa bulan yang lalu, paduan suara wilayah yang juga saya ikuti menyanyi sebuah lagu komuni dalam bahasa Inggris yang enak sekali didengar. Di bagian penutup ada tambahan yang bunyinya:
Nearer my God to Thee, nearer to Thee.
Lho, itu teks lagu yang cocok untuk upacara kematian**, he3 :) [Catatan: Ada koreksi dari seorang pembaca blog ini, beliau benar dan saya salah, silakan baca di bagian komentar]
* Tiap bulan teman-teman dari Schola Iacartensis menyanyi dalam misa Latin yang diselenggarakan secara rutin di Kapel Paroki St. Yosef Matraman, Jakarta. Klik di sini untuk melihat Blog mereka.
** Ingat lagu yang dimainkan orkes kamar dalam film Titanic, persis sebelum kapalnya tenggelam? Lagu itu judulnya Nearer My God to Thee. Di Puji Syukur ada versi bahasa Indonesia dengan melodi yang sama dan dengan terjemahan bebas. Judulnya Tuhan Berikanlah (Istirahat). Memang, keduanya adalah lagu untuk upacara kematian.
Sebelumnya saya minta maaf bila ada kata-kata saya yang mungkin menyinggung atau memojokkan pendapat Saudara.
ReplyDeleteSaya juga adalah seorang peminat liturgi gereja katolik dan sering berkecimpung dalam dunia permusikan gereja.
Saya telah mengikuti beberapa lokakarya dan kuliah liturgi gereja yang berasal dati STFT Widya Sasana Malang.
Seluruh lagu yang Anda contohkan diatas saya juga kenal dengan baik, seperti Gloria Deo, PACEM, dan yang terakhir yang Anda katakan 'seperti lagu kematian' itu dg judul asli "GOD IS ALWAYS WITH ME"
Menurut saya sebenarnya melihat lagu tersebut tidak hanya dilihat dari nadanya saja namun juga dari artinya dan juga latar belakang lagu itu dibuat (pada tahun itu, oleh siapa, pada saat situasi apa lagu itu dibuat).
Saya kurang setuju bila lagu God is Always with Me yang di bagian terakhir terdapat lagu dengan nada seperti lagu bertema arwah itu tidak cocok utk komuni. Menurut saya sah-sah saja dinyanyikan saat komuni sdg berlangsung. Sebab 'nearer my God to thee' memiliki arti: 'Mendekatlah/hadirlah/datanglah ya Tuhan pada kami' bila dikaitkan dg konteks menerima Tubuh Kristus maka hal itu adalah sah dan cocok sebab kita mengharap kehadiran Tuhan dalam diri kita.
Semua itu terlepas dari "Nada" / "not" yang memang sering kita dengar dalam upacara kematian/melepas jenazah.
Namun bukan berarti bahwa nada tersebut adalah mutlak & melulu untuk lagu2 kematian/arwah.
Begitulah sekilas analisa saya terhadap lagu. Demikian pula dengan lagu2 yang lain diatas.
Demikianlah pendapat saya, sekali lagi maaf yang sebesar-besarnya jika ada kata-kata yang tidak berkenan.
Semoga musica sacra dalam gereja Katolik semakin berkembang utk mendukung liturgi ekaristi. TERIMA KASIH.
anonymous yang terhormat, saya sampaikan terima kasih atas masukan anda (maaf, saya nggak yakin apa anda seorang imam atau awam, saya panggil anda saja ya). saya senang dengan masukan anda, dan sama sekali tidak merasa tersinggung atau terpojokkan. saya masih harus banyak belajar dan senang belajar dari siapa saja.
ReplyDeletesaya baru saja mencari sumber2 info tambahan mengenai lagu god is always with me karangan nancy wieder dengan aransemen oleh jay althouse itu. ini yang saya dapat dari website yang menjual partitur-nya:
"A simple yet powerful statement of faith in the steadfast love and wisdom of God! Jays arrangement of Nancy Wieders lovely new hymn opens and closes with references to the traditional hymn, Nearer My God to Thee. Easily taught, it is appropriate for worship throughout the year, especially Lent, Trinity Sunday and stewardship."
selain itu saya juga nanya kepada teman-teman bule saya mengenai frase "nearer my god to thee ...", apakah itu hanya dipakai dalam konteks kematian seperti yang selama ini saya pikir. jawabnya adalah tidak.
nah, dengan demikian saya telah salah dalam interpretasi lagu itu selama ini dan dengan ini saya mohon maaf dan mengoreksinya.
sekali lagi terima kasih atas masukan anda dan jangan bosan2 berbagi dengan saya dan pembaca blog ini :)
salam,
albert