Gregorian? Puji Syukur!


Lagu Gregorian memang sedang naik daun. Banyak yang minta saran ke saya, bagaimana cara memasyarakatkan (kembali) lagu Gregorian. Jawaban saya mungkin sama sekali tidak diduga oleh si penanya, "Sediakan Puji Syukur di bangku-bangku gereja."

Sebagian dari kita mungkin belum sadar bahwa di Puji Syukur (PS) ada cukup banyak lagu Gregorian. Kalau saya tidak salah, setidaknya ada 32 lagu Gregorian dalam Bahasa Latin. Nah, kalau PS disediakan di bangku-bangku gereja, umat dapat diajak menyanyi lagu Gregorian yang paling dasar yang ada di dalamnya.

Untuk permulaan, kita bisa mulai dari Ordinarium (Tuhan Kasihanilah, Kemuliaan, Kudus dan Anak Domba Allah). Dalam PS ada empat macam ordinarium Gregorian, berdasarkan masa penggunaannya. Ada yang khusus untuk Masa Adven dan Prapaskah (339, dst.) dan Paskah (340, dst.). Ada Ordinarium De Angelis (342, dst.) yang dapat digunakan untuk masa selain Adven, Prapaskah dan Paskah. Yang terakhir, ada Ordinarium khusus untuk Misa Arwah (344, dst.). Mungkin kita sudah terbiasa menyanyikan Ordinarium Adven dan Prapaskah, atau bahkan De Angelis. Nah, kenapa tidak mencoba Ordinarium Paskah misalnya? Ordinarium ini dipakai mulai Hari Raya Paskah sampai dengan Pentakosta.

Lagi, yang sangat mendasar tentunya adalah Doa Bapa Kami. Yang paling umum adalah Pater Noster dengan nomor 402, yang selalu dinyanyikan di Vatikan. Selain itu ada juga versi Pater Noster yang lain (403), yang mungkin tidak sepopuler yang pertama. Berikutnya adalah Aku Percaya. Ada Credo III (374) yang sudah cukup akrab di telinga sebagian umat. Nah, kalau umat sudah bisa menyanyikan semua Ordinarium, Pater Noster dan Credo, kita sudah membuat kemajuan yang bagus sekali. Saya yakin Paus akan senang sekali mendengar umat Katolik Indonesia bisa menyanyi lagu-lagu pokok ini.

Kita masih bicara lagu Gregorian untuk Misa. Pada hari-hari Minggu atau Hari Raya tertentu, Ritus Tobat yang biasa (Tuhan Kasihanilah Kami) dapat digantikan dengan Ritus Pemercikan Air Suci. Ada lagu yang khusus untuk ritus ini, Asperges Me (233) untuk selain Masa Paskah, atau Vidi Aquam (234) untuk Masa Paskah.

Masih dalam Misa, pada Hari Minggu Paskah, kita menyanyikan suatu madah yang disebut Sekuensia sebelum Alleluia. Judulnya adalah Victimae Paschali Laudes (518). Sekuensia ini wajib sifatnya. Ada lagi satu Sekuensia wajib yang harus dinyanyikan, pada Hari Raya Pentakosta. Judul aslinya Veni Sancte Spiritus. Sayangnya di PS hanya ada versi Bahasa Indonesianya, Ya Roh Kudus Datanglah (569). Versi Latin aslinya dapat ditemukan dengan mudah di internet. Google saja Veni Sancte Spiritus, lalu nyanyikan dengan not yang tersedia di PS 569.

Soal Sekuensia ini memang pernah sempat membingungkan. Yang saya tahu, kebiasaan di Indonesia adalah menyanyikannya sebelum Alleluia. Namun demikian, PUMR 2000 yang dikeluarkan oleh Vatikan dan diterjemahkan dan diterbitkan oleh KWI menulis "sesudah Alleluia" (IGMR/PUMR 2000, No. 64). IGMR/PUMR ini sudah direvisi oleh Vatikan dalam Missale Romanum 2002, dan di situ disebut "sebelum Alleluia" (IGMR/PUMR 2002, No. 64). Lebih jauh, ada rubrik atau aturan lama yang menyebutkan bahwa menyanyikannya adalah di antara ayat kedua dan ketiga Alleluia. Di Indonesia Alleluia biasanya hanya dinyanyikan dengan satu ayat. Semoga tidak jadi tambah bingung.

Berikutnya, saya yakin banyak sekali umat yang bisa menyanyikan lagu Mari Kita Memadahkan (501). Ini adalah "lagu wajib" untuk perarakan Sakramen Mahakudus. Versi Latinnya adalah Pange Lingua (502). Dapatlah dicoba untuk lain kali menyanyikan versi Latin ini, dengan not yang sama dengan Mari Kita Memadahkan tadi. Sekedar catatan, Bait 5-6 baru dinyanyikan saat Sakramen Mahakudus sampai di tempat pentakhtaan. Selama masih dalam perjalanan, Bait 1-4 lah yang dinyanyikan, bilamana perlu diulang terus menerus.

Lagi, saya juga yakin cukup banyak umat yang bisa menyanyikan Jika Ada Cinta Kasih (498). Versi Latinnya adalah Ubi Caritas Est Vera (499). Juga, Datanglah Ya Roh Pencipta (565). Versi Latinnya adalah Veni Creator Spiritus (566). Sama persis notnya. Seharusnya tidak sulit jika sekali-sekali versi Latinnya yang dinyanyikan. Umat pasti bisa mengikutinya, tentunya bila disediakan PS di bangku-bangku gereja. Ubi Caritas dinyanyikan saat perarakan persembahan pada Hari Kamis Putih. Selain itu, lagu ini juga bisa dijadikan lagu Komuni, sepanjang tahun. Veni Creator bisa dinyanyikan hampir pada setiap kesempatan di mana kita mengharapkan kedatangan Roh Kudus.

Tidak lengkap rasanya bila kita belum membahas lagu untuk Maria. Di PS ada banyak lagu Gregorian untuk Maria, masing-masing ada masa pemakaiannya yang sesuai. Ada Alma Redemptoris Mater (627; Adven-Pesta Yesus Dipersembahkan di Kenisah, 2 Februari), Ave Regina Caelorum (626; Pasca Pesta Yesus Dipersembahkan di Kenisah-Pekan Suci), Regina Caeli (624; Paskah-HR Tritunggal Mahakudus) dan Salve Regina (623; Pasca HR Tritunggal Mahakudus-Sebelum Adven). Keempat Antifon Maria ini sungguh cocok dinyanyikan bersama saat Doa Rosario.

Masih ada lagi yang lain, termasuk Te Deum (669), madah syukur yang dapat dinyanyikan setelah komuni, tepatnya usai saat hening, persis sebelum Doa Sesudah Komuni. Madah ini wajib dinyanyikan saat tahbisan uskup, imam dan diakon. Satu yang mungkin agak kurang populer adalah Popule Meus (506). Yang ini untuk penghormatan salib pada hari Jumat Agung.

Akhirnya, ada Requiem (708) yang adalah Lagu Pembuka untuk Misa Arwah, dan juga In Paradisum (709), dengan teks yang sangat indah, yang cocok untuk bagian akhir Misa Arwah.

Semoga uraian di atas cukup untuk meyakinkan Anda untuk mengusahakan penyediaan Puji Syukur di bangku-bangku gereja. Sekali lagi, Puji Syukur, bukan Kitab Suci. Sejauh yang saya tahu, di Roma tidak ada Kitab Suci di bangku umat. Dalam gereja Katolik, maksud saya.

Sebagai penutup, baiklah kalau saya mengutip Paus Benediktus XVI, “Akhirnya, dengan tetap menghargai aneka gaya dan beragam tradisi yang sangat berharga, saya mendambakan, sesuai dengan permintaan yang diajukan oleh para Bapa Sinode, agar nyanyian Gregorian benar-benar dihargai dan digunakan sebagai nyanyian yang sesuai untuk liturgi Romawi.” (Sacramentum Caritatis 42)

Catatan: Artikel ini dimuat dalam Majalah Liturgi yang diterbitkan oleh Komisi Liturgi KWI, Vol 21 No 5 - Sep-Okt 2010.

13 comments:

  1. Tidak ada salahnya kita belajar lagu berbahasa latin ini, karena inilah bahasa pemersatu Umat Katolik di seluruh dunia

    ReplyDelete
  2. kalau lagu ini:

    "dari dosa dan durhaka, kita dibebaskan-Nya"

    => lagu "Ku Percaya"

    itu dari halaman web ini

    Credo Settings

    Credo yang nomer brapa pa?

    ReplyDelete
  3. My dear Albert,
    Saya senang mengenal sesama yang true to the right tradition tanpa fundamentalism.
    Ini yang kuimpikan bertahuntahun setelah melihat banyak penyimpangan dan di keuskupan Surabaya dengan Sede vacantes nya seorang uskup beneran selama lebih dari seribu hari, 40 kali lipat lamanya mendapatkan Pope Benedict XVI, dan akhirnya Tuhan mendapatkan utk kita semua, Uskupnya yang murni menurut saya yang awam ini. Tidak ada mavcammacam yang anehaneh, just be straight !!

    Masih dalam kenangan saya Prapaskah yang baru lewat. Buku Jalan Salib yang digunakan sudah menunjuk PS 202 untuk lagu antar stasi, pada Jalan Salib I sesudah Rabu Abu, hampir kecolongan saat stasi I dan ke II, tapi teratasi mulai stasi III dst. Dan cara menyanyikannya tidak meminta Tuhan Yesus berlarilari membawa salibNYA ke Golgotha. Juga doa2 khusyuk, renungan khusyuk, dialogue yang tidak gontaganti.
    Pada Jalan Salib Jumat ke II, kecolongan sehingga koor manut kepada umat yang terbiasa TIDAK pada PS 202. Kemudian Jumaty II dampai sebelum Minggu Palma, lancar dinyanyikan PS 202 dalam tempo yang lumayan pas dan mengharukan.

    Namun pada hari Jumat AGUNG, Jalan Salib pagi hari pk 06.00 wib , tanpa peragaan, TIDAK dinyanyikan sesuai di buku npanduan PS 202 tapi lagu yang dipakai beberapa tahun sebelumnya.
    Memang orgel/ organ tidak boleh diperdengarkan tapi amplifier menyala sehingga semestinya KOOR bisa meluruskan nyanyian umat, at least pada stasi ke II. Kecuali di buku panduan disebut untuk Jumat Agung TIDAK dipakai .
    Hal yang bagus adalah homili oleh Romo Kepala Parokhi HKY, Rm Eko Budi yang sangat bagus dan berkesan, apalagi beliau mengikuti internbet seperti halnya Yesus Sapi .... Teruskan romo, biar tidak ketinggalan dan kita2 bisa waspada dan meningkatkan keimanan.

    SATU HAL MENJELANG PANTEKOSTA:

    sekitar 3 - 4 tahun sebelum ini, Novena (9) hari menjelang Pantekosta, Novena Roh Kudus, , pada awalnya kita diajak menyanyikan Veni Creator Spiritus, bahasa Indonesia, OKElah tapi setiap bait genap , Koor menyanyikan caranya sendiri yang VALS/ disharmonierend, sehingga semua umat disekitar saya tercekat suaranya jadi BERHENTI total. Jadi pada bait genap KOOR TIDAK mengajak umat bersama mereka. Juga tempo menanyikannya harap diperhatikan bahwa Lagu ini HARUS dinyanyikan dengan posisi BERDIRI seperti Christus Vincit Christus Regnat, dan Magnificat.

    Sayapun tidak pernah belajar di Seminari, bahkan hanya misdienaar zaman Mgr Klooster masih Pastoor Klooster di Kepanjen dan saya misdienaarnya (altar boy, ajuda, Putra altar)selain itu memang sekedar banyak interesse. Disaat itu semuanya bahasa Latin kecuali Homili. Injil dan Injil terakhir dibcakan DUA kali, yang kedua dalam bahasa setempat. Lation dan Belanda, sesudah 1952 (?), Latin- Indonesia


    Pernah bergabung di Pandu Katolik sampai perubahan menjadi sejenis H- Jugend yang dipaksakan tanpa romantika. Perkumpulan2 lain juga tidak menjadi anggauta. Just a plain layman, cuma senang yang setia kepada tradisi.

    Maafkan kalau ada bahkan banyak yang tidak setuju.

    1953 ada Hamukas, Hari Muda Katolik Surabaya, Misa Sangat besar di Thorveld ) kini gelora Pancasila), Misa oleh Celebrant Mgr JAM Klooster dan puluhan pastoor. Kami semua berdiri mengikuti Misa sebab tidak disediakan kursi, dan tanah agak becek. Waktu Komuni kami semua berlutut DUA lutut ditanah/ rumput/ lumpur,/batu. Dan menerimanya di lidah bukan ditangan kiri. Pastornya (tidak ada diakon awam) yang keliling lapangan. Khusyuk dan indah.

    Ya sekedar sharing dan harap jangan bosan kalau ada yang kedua.

    Salam

    JJL

    ReplyDelete
  4. Sebaiknya lagu gregorian di biasakan kembali karena itu adalah sangat sangat katolik.

    ReplyDelete
  5. pak kevin:

    tidak ada di situ pak. yang ada di situ hanyalah credo gregorian saja. lagu kupercaya itu tidak standar teksnya, sebaiknya tidak dipakai untuk pengganti credo dalam misa.

    salam,
    albert

    ReplyDelete
  6. oom jan:

    terima kasih sudah mampir ke sini dan terima kasih atas segala dukungannya.

    mari bersama kita bawa kembali kesucian dalam ibadat katolik.

    salam,
    albert

    ReplyDelete
  7. bapak/ibu inquam:

    terima kasih atas dukungannya.

    salam,
    albert

    ReplyDelete
  8. Pak Albert, menurut Kamus Liturgi Sederhana (2002), Sekuensia dinyanyikan sebelum Alleluya, demikian juga dengan praktik pada akhir-akhir ini saat Misa di Vatikan. Dan, yang saya perhatikan kalau di Vatikan Sekuensia dinyanyikan seraya umat duduk, Uskup masih menggunakan mitra, dan baru kemudian umat berdiri pada saat Alleluya.

    Jika merujuk Kamus Liturgi Sederhana, "Misale Romanum 2001 memindahkan sekuensia ke sebelum Alleluya."

    Salam.

    Ref: http://books.google.co.id/books?id=v9A2N7SrBQ0C&pg=PA202&lpg=PA202&dq=sekuensia+kamus+liturgi&source=bl&ots=zWyK_IpKNa&sig=7Fs-pfQ6alb4BnLQXynQbsikhYQ&hl=id&sa=X&ei=Jb3YUaOTDIL8rAfbyIC4BQ&redir_esc=y#v=onepage&q=sekuensia%20kamus%20liturgi&f=false

    ReplyDelete
    Replies
    1. Albert ytk.

      Soal Sekuensia ini memang agak membingungkan. Yang saya tahu, kebiasaan di Indonesia adalah menyanyikannya sebelum Alleluia. Namun demikian, PUMR 2000 yang dikeluarkan oleh Vatikan dan diterjemahkan dan diterbitkan oleh KWI menulis "sesudah Alleluia" (PUMR 2000, No. 64). PUMR ini sudah direvisi oleh Vatikan dalam Missale Romanum 2002, dan di situ disebut "sebelum Alleluia" (PUMR 2002, No. 64). PUMR terbaru ini belum diterjemahkan oleh KWI.

      Lebih jauh, ada rubrik atau aturan lama yang menyebutkan bahwa menyanyikannya adalah di antara ayat kedua dan ketiga Alleluia. Di Indonesia Alleluia biasanya hanya dinyanyikan dengan satu ayat. Silakan baca yang ini untuk info lebih lanjut:

      http://en.wikipedia.org/wiki/Sequentia
      http://www.newadvent.org/cathen/12481d.htm

      Semoga tidak jadi tambah bingung.

      Salam,
      albert

      Delete
    2. Terima kasih atas penjelasannya. Sampai pada penjelasan di paragraf pertama masih dapat saya mengerti dan pahami alasannya, tetapi untuk praktik yang di paragraf kedua (antara ayat kedua dan ketiga), memang untuk pemakaian hari-hari ini agaknya tak lagi lazim memang.

      Agaknya memang perlu standardisasi dengan realita saat ini, dengan perubahan (mungkin) melalui penerjemahan PUMR yang belum te-terjemahkan oleh KWI.

      Salam.

      Delete
    3. 64. The Sequence, which is optional except on Easter Sunday and on Pentecost Day, is sung before the Alleluia.

      http://www.vatican.va/roman_curia/congregations/ccdds/documents/rc_con_ccdds_doc_20030317_ordinamento-messale_en.html

      Delete
    4. Ya Pak Tomy, terima kasih. Di PUMR 2002 aslinya yang Bahasa Latin, sebagai bagian dari Missale Romanum yang diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris menjadi The Roman Missal 2011, memang begitu bunyinya. Kenyataan di Vatikan hari ini tentu mengacu pada dokumen itu, SEBELUM alleluia. Untuk kapela di Nunciatura, saya juga menggunakan SEBELUM. Hari ini, delapan tahun sesudah saya menulis artikel di atas, saya akan menyarankan SEBELUM juga untuk Indonesia.

      Delete
  9. Pak Albert, saya Anastasia. Apakah bpk pnya partitur lagu Grgorian ddlm buku PS 493 HORMAT PUJI DAN SEMBAH?? Dmn saya bisa dapatkan buku2 iringan Gregorian terkhusus dlm buku PS??
    Email Saya : Anastasiadia3@gmail.com

    ReplyDelete