Renungan Pohon Natal

Natal sudah lewat. Kandang atau gua Natal sudah pada diberesin. Pohon Natal juga ikut diberesin. Saya punya satu topik, yang biasanya mengemuka di masa Natal. Saya ingin ajak Anda merenungkannya. Merenungkannya saja. Tanpa membetulkan atau menyalahkan. Tanpa memuji atau mencaci.

Tahun-tahun terakhir ini, entah kapan dan siapa yang memulainya di Indonesia, makin banyak gereja membuat pohon Natal dari bahan-bahan bekas. Yang paling populer sepertinya adalah dari botol atau gelas plastik bekas air minum dalam kemasan (AMDK). Untuk gampangnya, saya sebut saja botol atau gelas aqua. Ada juga bahan-bahan bekas lain sih, mulai dari koran bekas, karton bekas wadah telur, sampai ban bekas dari ukuran besar sampai kecil, yang dicat hijau.

Dari tahun ke tahun, beberapa panitia Natal berusaha menampilkan pohon Natal terbaik dari bahan bekas ini. Ada paroki yang minta umat lingkungan atau KBG mengumpulkan botol aqua bekas. Bagus sekali idenya. Partisipasi aktif umat. Praktiknya rupanya tidak semudah yang dibayangkan. Sudah lama paroki ini menabukan aqua botol dan gelas plastik. Umat yang berkegiatan di paroki sudah beberapa tahun ini diminta bawa tumbler alias wadah air minum sendiri. Dispenser dan galon aqua disediakan di berbagai sudut balai paroki dan di dekat ruang-ruang pertemuan. Mau cari botol aqua bekas di paroki sudah susah banget. Dari rumah dong. Tapi, yang di rumah minumnya pakai AMDK, kan pakai galon? Kan bukan pakai botol atau gelas plastik? Susah nih. Solusinya, ya udah, beli aja aqua botol, lalu diminum, dan botolnya dikumpulkan ke gereja. Hahaha. Ada ketua lingkungan yang lebih kreatif. Pergi ke tukang loak. Beli dari pengepul botol aqua bekas. Anda pikir? Dari mana itu ketua lingkungan bisa dapat banyak banget botol aqua bekas dengan merek dan ukuran yang sama? Hehehe.

Sampai sini Anda akan berpikir saya nggak suka ide bikin pohon Natal dari bahan-bahan bekas, yang ramah lingkungan ini. Eh, sebentar. Ramah lingkungan? Emang pohon Natal asli tidak ramah lingkungan? Sekedar info, macam-macam pohon cemara atau pinus atau yang lain, pohon asli yang dijual di kota-kota besar itu adalah hasil budidaya. Ditanam secara khusus oleh para petani, untuk ditebang dan dijual ke kota menjelang Natal. Itu bukan pohon-pohon yang ditebang dari hutan lindung atau hasil penggundulan hutan kok. Bukan. Itu memang ditanam untuk dipanen (baca: ditebang) dan dijual. Sama seperti tebu yang ditanam untuk ditebang dan diproses jadi gula pasir. Ini bukan tidak ramah lingkungan loh. Malah bagus untuk lingkungan kalau asalnya tanah gundul lalu ditanami pohon cemara kan?

Tapi, kan tetap lebih bagus kalau kita memanfaatkan botol aqua yang adalah sampah lingkungan? Hmmm. Begini, botol-botol aqua bekas itu dikumpulkan oleh para pemulung dan sampai ke tangan pengepul. Para pengepul lalu menjualnya ke industri daur ulang. Secara khusus, botol aqua plastik itu terbuat dari PET (Polyethylene Terephthalate). Itu 100% bisa didaur ulang. Di Pasuruan, Jawa Timur, ada pabrik daur ulang PET dengan kapasitas 25.000 ton per tahun. Di Indonesia, ada merek AMDK yang menyatakan bahwa botol plastik mereka mengandung sampai 25% PET hasil daur ulang. Satu hal yang pasti, botol aqua yang dicat hijau atau mengandung kawat, tali atau selotip—bekas pohon Natal—tidak akan laku dijual ke industri plastik semacam. Susah didaur ulang. Nah, malah jadi nggak ramah lingkungan?

Baiklah, mari kita kembali ke pohon Natal dari botol aqua bekas. Bisa jadi indah sekali loh. Memang, lebih banyak yang biasa saja daripada yang indah sih. Tapi, ada banyak contohnya kok yang indah di internet. Cocok dipasang di mal, di tempat umum, atau di kantor Menteri atau LSM Lingkungan Hidup. Gimana dengan di rumah Anda? Anda mau pasang pohon Natal dari sampah plastik di rumah? Hehehe. Kalau Anda belum yakin mau pasang di rumah sendiri, masak mau pasang di gereja (baca: Rumah Tuhan)? Lalu, untuk perayaan ulang tahun atau kawinan anak Anda nanti, boleh pakai dekorasi dari botol aqua bekas? Hehehe. Kalau untuk anak Anda sendiri nggak boleh, masak mau dikasih untuk Anak Allah?

Sebagai penutup, kita kembali ke pesan saya di atas ya. Saya mengajak Anda untuk merenungkannya saja. Tanpa membetulkan atau menyalahkan. Tanpa memuji atau mencaci. Kita semua mengasihi Allah, yang telah lebih dahulu mengasihi kita.

No comments:

Post a Comment