Paus Franciscus - Misa Minggu Palma 2020
(Foto: Vatican Media)
|
Setelah beberapa waktu umat Katolik di Indonesia mengikuti Misa Online atau Misa Live Streaming atau apapun namanya, rupanya mulai timbul pertanyaaan tentang “keabsahan” Misa ini, juga di kalangan klerus. Maksudnya, apakah ikut Misa ini cukup dan dapat menggantikan kewajiban umat untuk merayakan Ekaristi pada hari Minggu dan hari-hari raya wajib, seperti yang diperintahkan Gereja?
Ada banyak pertanyaan tentang Misa Online ini dan sempat pula dibahas di sebuah WA Group di mana saya ikut menjadi anggota. Di situ banyak pakar liturgi, doktor dan licentiat, lulusan Roma dan lain-lain. Ada pertanyaan tentang tinjauan teologis, liturgis, hukum Gereja, dan pastoral. Baik sekali pembahasannya. Saya hanya ingin bagikan suatu pemikiran yang sederhana. Semoga ini dapat dimengerti oleh umat awam pada umumnya. Mohon diingat, bahwa saya cuma umat awam biasa. Anda bisa membaca apa yang saya sampaikan, tapi ikutlah apa yang diajarkan Bapa Uskup dan Pastor Paroki Anda.
Untuk Anda yang tinggal di kota-kota besar, mungkin Anda pernah datang ke gereja untuk ikut Misa dan mendapati bahwa gerejanya sudah penuh. Lalu, Anda ikut Misa di luar bangunan utama gereja; bisa di bawah kanopi/tenda, di Balai Paroki, di Aula, atau di Pastoran, atau di ruang-ruang lain yang terpisah. Anda ikut Misa itu melalui layar dan mendengar suara romo lewat speaker. Misanya sah? Iya kan? Nggak ada pertanyaan kan selama ini? Nah, apa yang Anda lakukan di rumah hari ini kan mirip dengan itu? Anda lihat imam lewat layar. Imamnya juga nggak lihat Anda semua. Bedanya, hari ini posisi Anda mungkin 1 atau 2 atau 5 kilometer dari altar; kalau di Balai Paroki dan lain-lain itu mungkin 10 atau 20 atau 50 meter saja dari altar. Tapi kan pada prinsipnya sama saja?
Waktu Anda ikut Misa di Balai Paroki, Anda ikut Misa kan? Anda bukan cuma nonton Misa di layar. Anda juga berpartisipasi secara aktif, lahir dan batin. Anda menjawab aklamasi-aklamasi: “Amin”, “Dan bersama rohmu”; mengucapkan kata-kata “Saya mengaku …” sambil menebah dada tiga kali juga, dan seterusnya. Anda melakukannya bersama-sama dengan umat lain yang ada di dalam gereja.
Kalau hari ini, di rumah, Anda ikut Misa secara live/langsung (bukan nonton rekaman video Misa yang sudah lewat), dengan sikap dan tata gerak yang sama dengan yang Anda praktikkan di Balai Paroki, apa masih mau dikatakan tidak sah? Misa di Balai Paroki itu sebenarnya kan kondisi darurat juga, karena kita belum bisa membangun gedung gereja yang cukup besar untuk menampung semua umat. Misa di rumah ini kan kondisi darurat juga. Kedua kasus ini sama sebenarnya. Bukan kemauan kita untuk tidak ikut Misa di dalam bangunan utama gereja.
Dengan pemikiran itu, saya pribadi anjurkan Anda sekalian untuk ikut Misa Online dengan cara seperti Anda ikut Misa di Balai Paroki. Praktikkan semua tata geraknya juga: berdiri, duduk, membungkukkan badan, berlutut. Bukankah itu Tuhan, yang ditunjukkan imam saat konsekrasi? Itu Tuhan yang sama, baik Anda melihatnya secara langsung di dalam gereja, ataupun di Balai Paroki, ataupun di rumah. Kalau memang Anda percaya itu Tuhan, kenapa tidak memberikan penghormatan yang sama, dengan berlutut seperti yang diajarkan oleh Gereja?
Oh ya, kalau dalam Misa Online ada nyanyian, ikutlah juga menyanyi. Jangan diam saja. Siapkan buku nyanyian Anda sebelum Misa dimulai. Bicara persiapan, saya juga anjurkan Anda untuk ikut Misa di rumah dengan busana yang sama dengan di gereja. Kenapa tidak? Anda berbusana indah untuk menghadiri Perjamuan Tuhan kan? Anda tidak berbusana indah sekedar untuk dilihat mata manusia kan? Imam memang tidak melihat; umat lain tidak melihat; tapi Tuhan tentu akan melihat kesungguhan Anda. Satu lagi, seperti yang sudah banyak dilakukan orang, tentu baik kalau Anda siapkan sebuah meja dengan taplak putih, dan salib serta lilin bernyala di dekatnya.
Dalam Misa, imam berkata kepada kita, “Berdoalah Saudara-Saudara, supaya persembahanku dan persembahanmu berkenan pada Allah, Bapa yang mahakuasa.” Kita (umat) diminta berdoa dengan sungguh-sungguh, agar Bapa berkenan menerima persembahan imam dan umat. Loh, emang Bapa bisa tidak berkenan? Bisa saja. Masih ingat kisah tentang persembahan Kain dan Habel? Bagaimana Allah tidak berkenan menerima persembahan Kain dan berkenan menerima persembahan Habel. Kita sendiri yang memutuskan, mau membawa persembahan kita seperti Kain atau Habel. Anda sendiri yang memutuskan. Yang kedua, “persembahan”? Persembahan kita semua adalah Kristus, Sang Anak Domba Allah. Sama seperti dahulu Allah memberikan kepada Abraham seekor anak domba pengganti untuk dipersembahkan kepada-Nya, Allah juga memberikan Anak Domba pengganti kepada kita, Putra-Nya sendiri, untuk dipersembahkan kepada-Nya dalam Misa Kudus. Meskipun begitu, bahan-bahan persembahan, roti dan anggur, tetap berasal dari kita; tetap adalah persembahan kita. Dahulu roti dan anggur benar-benar disediakan oleh umat. Sekarang memang gereja yang menyiapkan, tapi tetap asalnya juga dari umat. Dari Kolekte. Saat kolekte itulah dikumpulkan persembahan umat, bagi Allah. Maka, saya berharap, agar keuskupan-keuskupan dan paroki-paroki tidak hanya memfasilitasi umat untuk ikut Ekaristi secara online, tapi juga memudahkan umat untuk memberikan persembahan kepada Allah saat Misa Online. Ini tidak kalah pentingnya. Dan, keuskupan dan paroki jangan sungkan dan jangan segan. Ini bukan hal “cari uang”. Sama sekali bukan. Ini hal menolong umat menyampaikan persembahan kepada Allah. Saya mau menjawab romo, “Semoga persembahan ini diterima …” dengan yakin dan mantap, karena saya sendiri sudah menyampaikan persembahan saya dan keluarga.
Sebelum saya lupa, kita beruntung sekali, bahwa kita adalah umat Gereja yang satu, kudus, katolik, dan apostolik. Kita bisa ikut Misa di Gereja Katolik Ritus Romawi di mana saja, pastilah strukturnya akan sama. Tapi ingat, Gereja kita juga mengenal konsep teritorial. Anda adalah umat suatu keuskupan, suatu paroki, suatu lingkungan. Pada hari Minggu dan hari-hari raya wajib, hendaknya Anda merayakan Ekaristi bersama komunitas Anda, secara fisik, maupun secara virtual. Wabah dan adanya Misa Online di mana-mana bukanlah kesempatan untuk ikut Misa di sana-sini, melihat-lihat di sana-sini, apalagi sekedar mencari “imam yang homilinya enak”. Penyelenggara Misa Online pun, sebenarnya tidak perlu mempromosikan Misa Online mereka kepada khalayak ramai yang bukan komunitas mereka. Gereja Katolik kita tidak begitu caranya.
Berikutnya, kita bahas hal komuni. Memang benar, dengan ikut Misa Online di rumah kita tidak bisa menerima Tubuh Tuhan; di sini bedanya. Untuk situasi darurat ini sudah banyak pengajaran tentang komuni batin atau komuni spiritual. Ada juga doa-doa komuni spiritual yang ditampilkan saat Misa Online. Doakan saja itu. Satu catatan, tidak menerima komuni tidak lalu membuat Misa Anda jadi “tidak sah”. Banyak orang Katolik yang baik ikut Misa tapi tidak menerima Tubuh Tuhan karena merasa tidak layak, karena ada dosa berat yang belum sempat diakukan dalam pengakuan dosa pribadi. Berikut ini dasarnya: “Jadi barangsiapa dengan cara yang tidak layak makan roti atau minum cawan Tuhan, ia berdosa terhadap tubuh dan darah Tuhan. Karena itu hendaklah tiap-tiap orang menguji dirinya sendiri dan baru sesudah itu ia makan roti dan minum dari cawan itu.” (1Kor 11:27-28); “Yang sadar berdosa berat, tanpa terlebih dahulu menerima sakramen pengakuan, jangan … menerima Tubuh Tuhan, … .” (Kanon 916)
Nah, untuk Anda yang suka menyanyi, bisa coba nyanyikan lagu yang sangat pas ini waktu komuni, “Aku Rindu Akan Tuhan” (PS 423). Bisa juga coba lagu baru buatan teman saya Pak Petrus Somba, “Aku Rindu Pada-Mu, Ya Tuhan”. Di saat-saat seperti ini, menyanyikan lagu-lagu ini dengan penuh penghayatan sungguh bisa menguras air mata dan membuat kita makin rindu dan sadar betapa besar cinta kita kepada-Nya.
Yang terakhir, mengutip seorang imam pakar liturgi yang saya hormati karena kekudusannya, “Allah juga yang memberikan teknologi ini kepada kita untuk kita gunakan secara bijak. Dunia berubah karena wabah ini; Gereja pun ikut berubah.” Teknologi video call yang makin terjangkau telah beberapa waktu ini membuat kita bisa bertemu secara virtual dengan orang-orang yang kita kasihi, di tengah segala keterbatasan. Apakah ini bisa menggantikan kebahagiaan pertemuan secara fisik? Kita semua tahu, jawabnya adalah tidak.
Sangat membantu, Terima kasih 👍🙏🙏🙏
ReplyDeleteSungguh meneguhkan.
ReplyDelete