Melayani Bapa Kardinal di Roma (Bagian II)

Bapa Ignatius Kardinal dalam
Misa Konselebrasi bersama Paus
(Foto: Alexis Wenda)


Tulisan ini adalah Bagian II dari catatan perjalanan saya melayani Bapa Ignatius Kardinal Suharyo Hardjoatmodjo di Roma. Untuk membaca Bagian I-nya, silakan klik di sini. Catatan perjalanan ini saya sajikan dari kacamata saya, seorang Magister Caeremoniarum alias Seremoniarius yang melayani Bapa Kardinal dan para romo yang menyertai beliau ke Roma untuk menerima anugerah martabat kardinal dari Paus Franciscus. Semoga tulisan ini dapat membawa Anda turut berziarah batin bersama Bapa Kardinal. Selain itu, semoga tulisan ini bermanfaat bagi para peraya liturgi, termasuk juga umat awam, untuk memahami dengan benar fungsi Seremoniarius dalam perayaan-perayaan liturgi. Untuk foto-foto dan keterangan lebih lengkap tentang tempat-tempat yang kami kunjungi, silakan klik di link yang saya sediakan.

Ritual pelantikan kardinal baru telah dilaksanakan hari Sabtu, 5 Oktober 2019. Upacara ini memang singkat dan tanpa Misa. Esoknya, Minggu, 6 Oktober 2019, para kardinal baru diundang berkonselebrasi dalam Misa Pembukaan Sinode Amazonia yang dipimpin Paus Franciscus. Misa dimulai pukul 10:00. Notifikasi yang ditandatangani MC Kepausan Mgr. Guido Marini menyebut dengan detil jam berapa dan di mana para kardinal, uskup, dan imam harus berkumpul, serta busana apa yang harus mereka kenakan, plus apa saja yang harus dibawa sendiri untuk Misa. Sama dengan kemarin, busana untuk hari ini adalah habitus choralis warna merah untuk kardinal dan ungu untuk uskup dan uskup agung, lengkap dengan cincin, solideo (topi kecil bulat), dan biretta (topi segi empat)—tiga yang terakhir ini yang kemarin dikenakan oleh Paus pada masing-masing kardinal baru.

Para kardinal—baru dan lama—diminta berkumpul 30 menit sebelum acara dimulai, di depan Kapel San Sebastiano. Kapel ini terletak persis di sebelah barat Patung Pieta Michelangelo—di sebelah kirinya kalau kita menghadap Patung Pieta. Di bawah altar kapel indah ini diistirahatkan jenazah Paus St. Yohanes Paulus II. Para uskup agung, uskup, dan imam, yang jumlahnya jauh lebih banyak, diminta sudah hadir 45 menit sebelum acara dimulai, di depan Kapel Gregoriana, di sebelah baratnya lagi. Sisi samping kanan Basilika Santo Petrus ini hampir seluruhnya jadi sakristi sementara di saat ada perayaan besar. Tirai coklat muda yang hampir 3 meter tingginya memisahkan sakristi sementara ini dengan bagian tengah basilika, tempat umat duduk. Pintu masuk ke sakristi ini ada di bagian timur dan dijaga ketat oleh petugas. Hanya mereka yang memegang undangan atau yang dikenal baik para petugas ini yang boleh masuk.

Jam di HP saya menunjukkan pukul 8:30 pagi ketika saya tiba di kamar Bapa Kardinal di Casa Santa Marta. Setelah bercakap-cakap sejenak, saya membantu beliau berbusana lengkap. Berikutnya, saya pun mengenakan jubah hitam dan superpli saya sendiri, siap mendampingi dan melayani beliau di sakristi. Kami berangkat dan masuk ke Basilika Santo Petrus (klik di sini untuk Virtual Tour) lewat jalan yang sama seperti kemarin, dan langsung menuju sakristi. Kami tiba relatif awal dan baru beberapa kardinal saja yang sudah hadir di sana.

Sementara Bapa Kardinal duduk beristirahat, saya memeriksa busana Misa yang disediakan. Tiga belas set amik, singel, dan juga mitra simplex—topi tinggi uskup model simplex alias sederhana—sudah disediakan di meja tengah. Masing-masing diberi nama para kardinal baru. Para kardinal lama datang dengan membawa mitra simplex mereka sendiri-sendiri. Mitra simplex untuk para kardinal terbuat dari kain sutera damask warna putih dengan motif bunga pinus. Mitra simplex untuk uskup agung dan uskup terbuat dari kain linen polos. Para kardinal dan uskup yang akan berkonselebrasi dengan Paus memang harus mengenakan mitra simplex ini, yang masing-masing harus bawa sendiri. Hanya para kardinal baru yang diberi oleh MC Kepausan.

Tidak seperti para uskup dan imam yang harus bawa sendiri alba plus amik dan singelnya, alba untuk para kardinal disediakan di dua sudut sakristi kardinal. Masing-masing sudut dilayani dua suster. “Centoquaranta,” kata saya dengan Bahasa Italia sebisanya. Seratus empat puluh. Itu ukuran alba Bapa Kardinal. Setelah menerima albanya, saya lalu membantu Bapa Kardinal berganti busana Misa. Ritual ganti busana di sakristi ini memang salah satu “uji kompetensi” untuk MC Liturgi. Seluruhnya ada 5 hal yang harus dilepaskan dan 9 hal yang harus dipasangkan, dengan urutan yang tidak boleh tertukar (silakan klik di sini untuk detilnya). Dan, semuanya harus terpakai dengan baik dan indah, tentunya. Ini sudah amat disederhanakan pasca Konsili Vatikan II, dan untuk upacara dengan ratusan konselebran seperti ini. Seorang MC Kepausan berjubah ungu menghampiri kami, sekedar memastikan mitra simplex yang mereka siapkan cocok ukurannya. Ia pun menyampaikan bahwa mitra itu pemberian untuk Bapa Kardinal, dan boleh dibawa pulang.

Setelah selesai membantu Bapa Kardinal, saya dihampiri oleh seorang MC Kepausan lain yang mau menunjukkan tempat duduk untuk saya dan para pembantu kardinal baru lainnya. Kami diantar menyusuri tepi kanan basilika, melewati sakristi para uskup dan imam dan memutar jauh ke belakang, dan akhirnya mendekati altar kepausan dari arah belakang. Di situ lah tempat kami duduk, di belakang tempat yang disediakan untuk para misdinar yang melayani Misa ini. Tempat ini strategis sekali buat seorang MC dan pengamat liturgi seperti saya. Dari tempat ini saya bisa mengamati seluruh persiapan dan pergerakan para petugas liturgi. Saya juga bisa melihat koordinasi antar MC Liturgi Kepausan yang jumlahnya mungkin antara 8-10-an orang hari itu. Saya pun bisa melihat dengan jelas organis dan dirigen serta koor kepausan yang ada di serong kiri depan, sekitar 20 langkah dari kursi saya. Selain Koor Kepausan Kapela Sistina dengan 23 pria dewasa dan 19 anak laki-lakinya, ada juga kelompok koor lain di sebelah saya. Kelompok yang tidak berseragam ini tugasnya secara khusus menjawab dan menyanyikan aklamasi-aklamasi bagian umat. Mereka dipimpin oleh seorang dengan habit Fransiskan. Oh ya, persis di depan saya duduk 5 orang pembaca doa umat dalam 5 bahasa: Cina, Inggris, Arab, Prancis, dan Lithuania—salah satu dari 13 kardinal baru kebetulan berasal dari Lithuania.

Suasana Misa: Seputar Altar Kepausan
(Foto: Vatican Media)


Suasana Misa: Dilihat dari bangku umat sisi kanan
(Foto: Vatican Media)


Misa dimulai tepat pukul 10:00. Detil selanjutnya seperti yang saat itu disiarkan secara live oleh Kantor Berita Vatikan. Videonya bisa dilihat di sini: https://www.youtube.com/watch?v=dyLkODl2iAM Ini adalah Misa Pembukaan Sinode Amazonia dan karena itu, utamanya, dihadiri oleh para kardinal, uskup dan imam yang berpartisipasi dalam sinode tersebut. Tiga belas orang kardinal baru mendapat tempat yang istimewa dalam perarakan masuk dan keluar—paling belakang dan terdekat dengan Paus—dan saat Misa mereka duduk di sisi kiri depan, terpisah dari 59 kardinal lainnya yang duduk di sebelah kanan depan. Video di atas panjangnya 1 jam 37 menit termasuk prosesi masuk dan keluar. Kalau Anda perhatikan, Bapa Ignatius Kardinal, yang ada di urutan nomor 3 dalam daftar 13 kardinal baru, juga berada di urutan nomor 3 terdekat dengan Paus saat prosesi. Gereja Katolik memang sangat memperhatikan Tata Urutan Pengutamaan (Rank of Precedence) dalam berbagai acara liturgis maupun non-liturgis.

Perarakan Masuk: Posisi Bapa Kardinal Suharyo (X)
(Foto: Vatican Media)

Suasana Misa: Doa Syukur Agung
(Foto: Vatican Media)

Suasana Misa: Doa Syukur Agung
(Foto: Vatican Media)


Usai Misa, para kardinal baru berkesempatan foto bersama lagi dengan Paus, masih mengenakan kasula. Kemudian, satu persatu menyalami Paus, sebelum kembali ke sakristi untuk berganti busana. Saya sudah menanti di sakristi, untuk membantu Bapa Kardinal menanggalkan busana Misa dan mengenakan kembali habitus choralis-nya yang berwarna merah. Saya sempat menyapa Kardinal Arinze, Prefek Emeritus Kongregasi Ibadat Ilahi, yang kebetulan lewat. “Eminenza, I am from Indonesia,” kata saya sambil berlutut satu kaki dan mencium cincinnya. Dan beliau menjawab dengan spontan, “Aaaah, selamat datang.” Logatnya saat mengatakan “Aaaah” itu benar-benar khas Kardinal Arinze. Tapi saya kaget juga karena beliau bisa menjawab dalam Bahasa Indonesia dengan pengucapan yang sangat baik dan spontan, seolah tanpa berpikir. Kardinal Arinze yang berasal dari Nigeria adalah salah satu kardinal paling senior dalam Gereja Katolik. Sebelum pensiun, beliau bisa dibilang “Ketua Komisi Liturgi”-nya Gereja Katolik.

Usai Bapa Kardinal berganti busana dan kami keluar dari sakristi, Duta Besar Republik Indonesia untuk Vatikan, Yang Mulia Agus Sriyono dan Ibu sudah menanti Bapa Kardinal di depan pintu untuk memberi selamat. Setelah berfoto dua kali di dalam basilika, kami berempat kemudian meninggalkan basilika lewat pintu samping. Kami sempat berfoto lagi di samping mercy Pak Dubes, sebelum beliau berpamitan dan meninggalkan Bapa Kardinal dan saya yang lalu berjalan kembali ke Casa Santa Marta.

Foto bersama Bapa Kardinal, Dubes & Ibu
(Foto: YM Agus Sriyono)

Makan Siang Bersama setelah Misa dengan Paus
(Foto: Romo Tommy)


Siang itu saya tidak ikut makan siang bersama group. Saya sedang ingin sendirian. Mau pergi ke kafe gelato favorit saya di Via di Porta Cavalleggeri dekat Vatikan. Melepas penat dengan makan gelato coklat kesukaan saya sambil merenung dan sungguh bersyukur kepada Tuhan atas selesainya tugas di dua acara terpenting, consistorium dan Misa bersama Paus. Tidak lama saya duduk sendirian di situ. Ada serombongan orang Indonesia datang: Bu Tetty Gozali, Bu Lisawati dan putrinya Alexis Wenda. Saya akhirnya bergabung dan ngobrol bersama mereka bertiga. Di kafe itu juga kami sempat bertemu Bu Sisca Nelwan dan putrinya Karla, juga Bu Vonny Juwono dan keponakannya. Banyak benar ketemu orang Indonesia hari itu. Plus malamnya saya makan bersama teman imam yang lagi studi doktoral di Roma, Romo Albertus Purnomo OFM dan seorang lagi kawannya, Romo David Dapi OFM. Bertiga, kami makan malam di Nuovo Drago D’oro, Chinese restaurant langganan saya di seberang kafe yang tadi. Renai Hu, wanita pemiliknya, sudah saya kenal sejak 2004. Ia tidak bisa bahasa Inggris; dan saya tidak bisa bahasa Italia maupun Mandarin. Tapi kali ini kami bisa berkomunikasi agak leluasa berkat Google Translate Conversation di HP saya. Ia bisa bercerita tentang anaknya yang sekarang sudah menikah, dan kali ini saya mengerti.

Senin, 7 Oktober 2019, pagi-pagi benar, Romo Vikjen Samuel bersama kawan-kawannya melanjutkan kembali perjalanan ziarah mereka dan berpisah dengan rombongan kami. Sementara itu, Bapa Kardinal keluar dari penginapan beliau di Casa Santa Marta dan selanjutnya pindah dan tinggal bersama-sama kami. Jadwal rombongan kami pagi ini adalah kunjungan ke kediaman musim panas Paus di Castel Gandolfo, di sebelah tenggara kota Roma. Perjalanan ke sana makan waktu kurang lebih 1.5 jam dengan minibus yang kami naiki. Jaraknya sebenarnya tidak terlalu jauh, tapi lalu lintasnya memang cukup padat.

Istana Apostolik Castel Gandolfo dan Danau Albano
(Foto: Internet)


Pemandangan dari Istana Apostolik Castel Gandolfo di perbukitan Alban dengan Danau Albanonya sangatlah indah. Di sini para Paus sebelum Paus Franciscus biasa tinggal selama musim panas. Cuaca musim panas di kota Roma memang kurang bersahabat. Panasnya bisa di atas 30C, dengan matahari yang menyengat. Itu sebabnya banyak warga kota Roma yang pergi ke tempat-tempat yang lebih sejuk. Waktu kami di Castel Gandolfo tidaklah banyak dan plus turun hujan rintik-rintik pula. Maka, setelah menikmati pemandangan sebentar dan mampir minum di kafe di dekat pintu masuk, kami pun balik ke Roma untuk acara berikutnya.

Basilika Santo Paulus di luar tembok kota Roma
(Foto: Berthold Werner)


Tujuan berikutnya adalah Basilika Kepausan Santo Paulus di luar tembok kota Roma. Di basilika ini kami akan rayakan Ekaristi. Sebelumnya Bapa Kardinal akan dijamu makan siang oleh Abbas Roberto Dotta OSB, Kepala Biara Benediktin di sana. Kontak kami di biara ini adalah Bruder Iko Xavier OSB, seorang rahib Benediktin asal Indonesia yang sudah lama tinggal di Italia. Bruder Iko saya kenal baik sejak 2012. Ia pernah datang ke Surabaya dan tinggal semalam di rumah kami.

Tiba di tempat tujuan tepat pada waktunya, Bapa Kardinal dan 5 imam langsung menuju ke tempat makan siang bersama Abbas di dalam biara. Saya dan para imam lain, suster, serta rombongan lain makan di restoran di depan biara. Setelah makan siang, kami melepas Suster Christina, Suster Marga, dan Ibu Tatik yang akan kembali ke tanah air. Pak Rommy yang baik mengantar beliau bertiga ke Bandara Fiumicino. Sementara itu kami pun bergabung lagi dengan Bapa Kardinal dan para romo yang tadi makan siang di biara, untuk mengikuti tour di dalam basilika besar dan indah ini (klik di sini untuk Virtual Tour). Di dalam basilika ini ada lukisan mosaik dari 266 orang Paus, mulai dari St. Petrus sampai Paus Franciscus. Mosaik-mosaik ini bagus sekali dan bisa terlihat di Virtual Tour di atas. Saya sarankan Anda untuk mencobanya. Oh ya, di samping rombongan inti kami, untuk Misa siang ini bergabung juga beberapa orang umat lain dari Indonesia.

Sementara anggota rombongan yang lain diantar berkeliling, saya menyiapkan Misa bersama Bruder Iko. Kami diberinya tempat di Kapel Baptis. Kapel ini berlokasi di dekat sakristi dan normalnya tidak terbuka untuk umum. Kapasitasnya sekitar 20-an orang, cukup untuk rombongan kecil kami. Hari ini, di basilika di mana Santo Paulus dimakamkan—atas persetujuan Bapa Kardinal—saya menyiapkan Misa Votif Santo Paulus dari Misale Romawi. Busana liturginya merah. Bacaan-bacaan saya siapkan sesuai saran Ordo Lectionum Missae: Bacaan Pertama Kis. 22:3-16 “Bangunlah, berilah dirimu dibaptis dan dosa-dosamu disucikan sambil berseru kepada nama Tuhan!”; dan Injil Mrk. 16:15-18 “Pergi ke seluruh dunia, wartakanlah Injil!”; plus Mazmur Tanggapan dan Alleluya yang sesuai. Dalam Misa ini, Romo Adi dan Romo Ary menjadi konselebran.

Misa di Kapel Baptis Basilika Santo Paulus
Ki-Ka: Albert, Romo Ary, Bapa Kardinal, Romo Adi
(Foto: Romo Hani)


Memilih dan mengusulkan (alternatif) rumus Misa berikut bacaan-bacaannya dan juga mengusulkan prefasi yang tepat adalah salah satu tugas penting MC Liturgi di belakang layar. Kekayaan Gereja Katolik kita sungguh luar biasa dan sayang kalau tidak dimanfaatkan. Menggunakan rumus dan bacaan Misa harian setiap hari memang selalu boleh. Namun, dalam situasi-situasi khusus seperti ziarah ini, pemilihan rumus Misa yang tepat akan membuat Ekaristi yang dirayakan menjadi sangat relevan. Setelah MC Liturgi menyiapkan semuanya atas persetujuan selebran, berikutnya selebran lah yang akan “mengolah” nya. Berangkat dari bacaan-bacaan, Bapa Kardinal menyampaikan homili yang luar biasa mengenai Santo Paulus. Bapa Kardinal memang doktor Kitab Suci lulusan Roma. Wah, kami semua yang hadir mendapat pencerahan yang luar biasa dari beliau. Disinilah puncak kebahagiaan seorang MC Liturgi: ketika sang imam (agung) selebran memberikan kepercayaan penuh kepadanya untuk menyiapkan Misa; dan ketika sang imam menggunakan semua bahan itu untuk mempersembahkan suatu perayaan kurban yang indah dan bermakna.

Satu hal yang kadang saya lupa adalah menunjuk lektor. Di Misa pertama kami di Altar St. Yohanes XXIII, saya sempat minta Suster Christina sebelumnya. Tapi di Misa kedua di Basilika San Paolo ini saya lupa menunjuk lektor (dan memberikan bahan bacaannya untuk persiapan). Untungnya, Mbak Wenda, yang saya minta bantuannya secara mendadak, bisa membawakannya dengan amat baik meski tanpa persiapan sama sekali. Wah, lega sekali. Seringkali, di tengah ketidaksempurnaan manusiawi saya sebagai MC Liturgi, Roh Kudus hadir dan membantu dengan cara yang luar biasa. Dan, ini hanya satu dari begitu banyak karya Allah dalam peziarahan ini. Mahabesar Engkau, ya Allah!

Foto bersama usai Misa di Basilika Santo Paulus
(Foto: Romo Edi)

Foto bersama Bruder Iko Xavier OSB
(Foto: ABW)


Acara berikutnya adalah kunjungan tidak resmi ke Paroki Roh Kudus di Ferratella yang cuma 15 menit jauhnya. Dibilang tidak resmi, karena niat awalnya hanya lihat-lihat saja dari luar, dan karena tidak ada janji dengan pihak paroki juga. Gereja Paroki Santo Spirito alla Ferratella ini adalah titulus yang diberikan Paus kepada Bapa Ignatius Kardinal. Seorang yang diangkat sebagai kardinal, pada hari pelantikannya akan menerima sebuah bulla atau surat keputusan dari Paus, hal pengangkatannya sebagai Kardinal Gereja Romawi yang Kudus dan Pastor Kepala Kehormatan dari sebuah paroki di dalam wilayah Keuskupan Roma, di mana Paus adalah uskupnya. Kepada Bapa Ignatius Kardinal, Paus Franciscus memberikan gereja ini. Nantinya—biasanya beberapa bulan setelahnya—akan ada ritual Possessio atau pengambilalihan secara resmi, di mana Bapa Kardinal akan tiba dan disambut secara resmi, dan kemudian memimpin Misa atau Ibadat Harian di sana dengan kehadiran umat paroki. Ini adalah acara penuh suka cita, dimana kardinal yang baru, yang adalah Pastor Kepala Paroki Kehormatan, diperkenalkan kepada umat parokinya dan untuk pertama kalinya berbicara kepada mereka. Selanjutnya, dalam setiap kunjungan ke Roma, sang kardinal diharapkan untuk datang dan mempersembahkan Misa di parokinya ini. Bila perlu dan bisa memungkinkan, bahkan, bisa saja tinggal di pastorannya. Di depan gereja ini juga nantinya akan dipasang lambang sang kardinal.

Kunjungan yang tadinya hanya bermaksud mampir melihat-lihat ini jadi berubah karena seorang pastor rekan kebetulan ke luar dari dalam gereja. Tentulah kami menyapanya. Dan ketika ia tahu bahwa yang datang adalah kardinal tituler gerejanya, sang pastor pembantu pun memberi tahu pastor kepalanya, Padre Mario Pangallo IC. Jadilah kami semua diterima dengan penuh keakraban di paroki ini.

Bapa Kardinal dan Romo Tommy bersama
Padre Mario Pangallo IC (tengah) dan tim
(Foto: Romo Edi)


Selesai berkunjung ke gereja tituler Bapa Kardinal, kami semua mampir ke Santa Maria in Trastevere, sebuah basilika minor yang sangat tua dan indah. Di gereja ini kami hanya melihat-lihat dan berdoa sejenak. Saya sempat mengaku dosa juga di sini, sesuatu yang belum sempat saya lakukan sebelum memulai perjalanan ziarah ini.

Hari ini ditutup dengan makan malam bersama beberapa umat dari Indonesia, di restoran I Butteri. Di sini saya ketemu Bu Imelda Joseph dan suaminya. Ngobrol sejenak sambil menunggu mobil penjemput, saya jadi tahu bahwa keluarga Bu Imelda ternyata berasal dari kota yang sama dengan ibu saya, dan kami banyak mengenal orang yang sama. Senang sekali.

Selasa, 8 Oktober 2019, juga adalah hari yang panjang buat rombongan. Hari ini diawali dengan kunjungan ke Gereja Santa Caterina da Siena di Magnanapoli. Setelah acara pribadi singkat di dalam gereja, Bapa Kardinal dan rombongan diterima dengan hangat oleh YM Uskup Agung Santo Marcianò, Uskup Militer Italia, di kediamannya di belakang gereja. Gereja ini memang milik Ordinariat Militer Italia. Bapa Ignatius Kardinal sendiri juga adalah Uskup Militer Indonesia. Jadilah ini perjumpaan hangat dua orang uskup militer, Italia dan Indonesia. Mgr. Marcianò memberi hadiah sebuah salib dada kepada Bapa Kardinal. Bapa Kardinal langsung melepas salib dada yang sedang beliau kenakan dan mengenakan salib dada pemberian Mgr. Marcianò, dibantu seorang imam militer Italia yang hadir. Suasana pertemuan ini sangat akrab. Ditambah lagi, di kediaman resmi Uskup Militer Italia ini berkarya beberapa suster PRR dari Flores, NTT. Kami bertemu Sr. Eligia dan kawan-kawan di sana dan berbagi cerita dengan mereka. PRR atau Putri Reinha Rosari adalah kongregasi suster-suster yang berasal dari Larantuka, Indonesia, dan saat ini sudah berkiprah di beberapa negara, termasuk di beberapa keuskupan di Italia.

Bapa Kardinal bersama Mgr. Marcianò
(Foto: Romo Adi)

Bapa Kardinal bersama para suster PRR
Ki-Ka: Sr. Eligia, Sr. Benedicta, Bapa Kardinal,
Sr. Vera, Sr. Sofia, dan Sr. Yunita
(Foto: Romo Edi)


Tujuan berikutnya adalah 3 collegio dari Universitas Kepausan Urbaniana, tempat tinggal dan belajar beberapa imam dan frater dari Indonesia. Di ketiga collegio ini: San Pietro, Urbano, dan San Paolo, Bapa Kardinal bersilaturahmi dan membahas berbagai hal dengan para rektornya.

Di Taman di Collegio San Pietro
Ki-Ka: Romo Ary, Romo Tommy, Romo Hani, Romo Adi,
Bapa Kardinal, Romo Steve, Romo Purbo, Romo Edi
(Foto: Romo Edi)

Bapa Kardinal, para romo dan frater di Collegio Urbano,
dengan latar belakang kubah Basilika St. Petrus
(Foto: Romo Hani)


Di Collegio San Paolo, sore harinya, digelar Misa Syukur bersama IRRIKA—Ikatan Rohaniwan-Rohaniwati Indonesia di Kota Abadi. Misa ini adalah ungkapan syukur atas pelantikan Bapa Kardinal dan sekaligus untuk pembukaan tahun akademik 2019-2020. Misa dipimpin oleh Bapa Kardinal, dengan beberapa konselebran: Uskup Bandung/Sekjen KWI Mgr. Antonius Subianto Bunjamin OSC, Rektor Collegio San Paolo, plus belasan imam lainnya. Saya melihat ada Romo Agustinus Purnama MSF, Superior General MSF, Romo Markus Solo SVD dari Dewan Kepausan untuk Dialog antar Umat Beragama, dan Romo Silwester Pajak SVD, di antaranya. Di bangku umat masih ada lagi puluhan imam, bruder, frater, suster, dan awam. Di baris terdepan tampak hadir Dubes RI untuk Takhta Suci, YM Agus Sriyono beserta istri.

Misa Syukur IRRIKA
(Foto: IRRIKA)


Misa ini adalah salah satu Ekaristi yang spesial bagi kami. Teksnya sudah saya siapkan jauh hari di Indonesia. Sesuai petunjuk Bapa Kardinal, saya menyiapkan rumus Misa untuk pelbagai keperluan dari Misale Romawi, tepatnya Misa untuk Nusa dan Bangsa, angka Romawi II nomor 21, berikut bacaan-bacaan yang sesuai. Kami menggunakan Prefasi Tanah Air, yang rupanya Bapa Kardinal sudah hafal benar teksnya.

Ramah tamah dan makan malam bersama digelar di auditorium setelah Misa. Acara ini juga dihadiri Dubes RI untuk Italia, YM Esti Andayani. Di acara ini saya banyak ketemu teman lama dan teman baru. Ada teman lama Bruder Ignazio Prakarsa OSB, yang khusus datang dari biaranya di Norcia, kota kelahiran Santo Benediktus—2.5 jam di sebelah timur laut kota Roma. Ada juga Romo Victor Bani SVD yang pernah tugas di Surabaya. Kenalan baru saya, di antaranya, adalah Romo Andi Jeramat dari Ruteng dan Romo Paskalis Loy alias Romo Oris dari Weetebula, yang sedang studi lanjut di Institut Liturgi Kepausan Sant’Anselmo. Lalu, ada juga Suster Rosalia Pakpahan Salya FCJM yang bertugas di Generalat FCJM. Dan masih banyak lagi. Acara yang meriah sekali. Satu yang saya ingat, sate ayamnya enak benar!

Ramah Tamah IRRIKA
Ki-Ka: Rektor San Paolo, Dubes Agus, Bapa Kardinal,
Ibu Agus, Dubes Esti, Ketua IRRIKA Romo Tommy
(Foto: IRRIKA)


Acara terakhir rombongan kami di Italia adalah ziarah ke Asisi, kota asal Santo Fransiskus. Jarak perjalanannya 190 km dan bisa ditempuh dengan bus dalam waktu 2.5 sampai 3 jam. Rabu, 9 Oktober 2019, kami berangkat dari Roma pukul 08:00 pagi dan tiba di Asisi hampir mendekati pukul 11:00, waktu yang dijadwalkan untuk Misa. Maka, kami pun langsung menuju ke arah Basilika San Francesco. Di sana kami disambut oleh kawan Romo Tommy, Romo Pio Michael Amran Sugiarto Purba OFMConv, seorang imam Indonesia dari Siantar yang sudah hampir 7 tahun bertugas di Asisi. Selain Romo Pio, banyak juga suster-suster asal Indonesia di Asisi yang bergabung bersama kami.

Basilika Santo Fransiskus di Asisi (dari arah Plaza Bawah)
(Foto: Berthold Werner)

Basilika Santo Fransiskus & Biara di Asisi (dari arah lembah)
(Foto: Peter K. Burian)


Kami merayakan Misa di Kapel Santo Bonaventura yang ada di dalam kompleks biara OFM Conventual di belakang basilika. Misa kali ini jadi lebih meriah karena adanya paduan suara suster-suster yang bergabung. Juga, kami beruntung karena Bruder Ignazio ikut bersama kami dari Roma, dalam perjalanan pulang ke biaranya. Bruder Ignazio memang pelatih paduan suara dan organis yang andal, dan pernah studi lanjut musik suci di Irlandia. Dalam Misa ini kami menggunakan rumus dan bacaan Misa untuk Santo Fransiskus dari Asisi. Romo Edi dan Romo Steve yang mendampingi Bapa Kardinal sebagai konselebran. Bu Vonny Juwono kebagian tugas jadi lektor.

Misa di Kapel Santo Bonaventura di Asisi
Ki-Ka: Romo Edi, Bapa Kardinal, Romo Steve
(Foto: Romo Hani)

Koor Suster-Suster Indonesia di Asisi
Bersama Organis Bruder Ignazio
(Foto: Romo Hani)

Foto bersama setelah Misa di Asisi
Mengapit Bapa Kardinal:
Sr. Maria Agnese de Vita SFSC dan Romo Pio
(Foto: Romo Hani)


Usai Misa, Romo Pio yang ramah membawa kami ke bagian dalam biara, dari mana kami bisa melihat pemandangan kota Asisi yang indah. Bagus sekali. Dari sana, kami diantar masuk dan melihat-lihat ke dalam Basilika San Francesco dan berdoa di makam Santo Fransiskus. Ada banyak sekali pengunjung, namun suasana hening tetap terjaga. Dari situ, kami semua makan siang bersama di restoran Buca di S. Francesco, beberapa ratus meter dari basilika. Selesai makan siang, Bapa Kardinal berkunjung ke Uskup Asisi YM Domenico Sorrentino, di kediamannya tidak jauh dari situ. Selain itu, masih ada beberapa tempat yang kami datangi, termasuk: sebuah biara suster-suster dan juga Basilika Santa Chiara, tempat Santa Clara dari Asisi dimakamkan.

Oh ya, di dekat kediaman Uskup Asisi, kami juga sempat mampir dan berdoa di makam Venerabilis Carlo Acutis. Carlo adalah seorang remaja yang hidup pada tahun 1991-2006. Ia wafat dalam usia 15 tahun karena Leukemia. Carlo memiliki devosi yang luar biasa kepada Ekaristi, dan semasa sakitnya ia membuat sendiri sebuah situs web yang berisi kompilasi Mukjizat Ekaristi dari seluruh dunia. Situs ini diluncurkan 2005, setelah 3 tahun ia mengumpulkan informasinya. Silakan klik di sini untuk mendalami siapa itu Carlo Acutis yang luar biasa, dan bagaimana ia hidup, menderita, dan wafat. Menurut rencana, ia akan dibeatifikasi pada tahun 2020 ini. Untuk melihat kompilasi berbagai Mukjizat Ekaristi karya Carlo Acutis, silakan klik di sini.

Selesai dengan acara-acara kami di sekitar Basilika San Francesco, kami berjalan kembali menuju bus untuk pulang ke Roma. Dalam perjalanan pulang, kami sempat mampir ke Basilika Santa Maria degli Angeli. Di dalam basilika indah ini terdapat Portiuncula, sebuah gereja kecil yang amat penting bagi para Fransiskan. Di tempat inilah Santo Fransiskus mengawali karyanya.

Portiuncula: Gereja kecil di dalam
Basilika Santa Maria degli Angeli
(Foto: Alekjds)


Sampai di Roma, hari sudah malam dan kami langsung menuju restoran masakan Malaysia di Viale Aventino. Pilihan menunya sederhana tapi enak sekali dan cocok untuk lidah Indonesia. Banyak terima kasih untuk umat yang menyediakan bagi kami makan malam ini dan juga beberapa jamuan lainnya selama perjalanan ini.

Kamis, 10 Oktober 2019, adalah hari terakhir kami di Roma. Malam ini kami akan kembali ke Jakarta, berangkat pukul 23:05 waktu Roma. Hari ini kami Misa di kapel di tempat penginapan, bersama para suster pengelola penginapan. Ada beberapa suster yang sudah senior tapi tetap bekerja dengan semangat. Ada juga beberapa suster yang masih muda. Ada pula suster-suster dari Indonesia, Sr. Christofora di antaranya. Mereka semuanya sangat ramah dan selalu siap membantu. Beberapa kali saya meminjam printer di kantor mereka untuk menyiapkan bahan-bahan Misa.

Hari ini Bapa Kardinal memimpin Misa sendirian, karena panti imam di kapel ini tidak besar. Kami menggunakan rumus dan bacaan untuk hari Kamis dalam Pekan Biasa XXVII, dengan warna liturgi hijau. Misanya dalam Bahasa Indonesia, tetapi kami menggunakan beberapa lagu dalam Bahasa Italia. Para suster menyanyi dengan gembira, bersama Romo Purbo dan Romo Tommy yang fasih berbahasa Italia. Di akhir Misa, Bapa Kardinal menyampaikan terima kasih kepada para suster atas sambutan dan layanan penuh kasih yang mereka berikan selama kami tinggal di penginapan mereka.

Malamnya kami dijemput staf Kedubes RI di Takhta Suci di penginapan, dan diantar ke bandara. YM Dubes Agus beserta Ibu pun melepas rombongan kami di bandara. Sungguh perhatian beliau berdua ini kepada Bapa Kardinal. Kami sangat berterima kasih atas segala bantuan dari pihak Kedubes RI di Takhta Suci selama kami berada di Italia.

Penerbangan kami kembali ke tanah air berjalan lancar. Kami tiba di Jakarta pada hari Jumat, 11 Oktober 2019, pukul 21:15. Syukur kepada Allah yang mahakasih yang telah membimbing kami semua dalam perjalanan ziarah ini. Terima kasih kepada Bapa Kardinal atas kesempatan dan kepercayaan yang diberikan kepada saya untuk melayani. Saya banyak belajar dari beliau. Dan, saya sungguh kagum atas perhatian beliau yang tulus kepada semua orang, termasuk orang-orang yang melayani beliau.

Link:

Consistorium: Teks (MC Kepausan) Foto & Video (Vatican Media)
Misa: Teks (MC Kepausan) Foto & Video (Vatican Media)

Artikel: Melayani Bapa Kardinal di Roma (Bagian I)

2 comments:

  1. Bapak Albert Wibisono yang baik...sungguh nyaman sekali membaca tulisan bapak. Saya yang memiliki mimpi untuk bisa berziarah ke Vatikan, seolah olah ikut kenyang (saat anda menuliskan makanan, hehehehe), ikut bersyukur (saat anda duduk sendiri dan menghela nafas karena berhasil melalui acara penting disana), ikut "dekat" dengan Bapa Kardinal (saat anda dengan mudahnya memiliki akses untuk bertemu beliau, hehehehe) dan masih banyak keseruan yang lain yang sungguh saya rasakan.
    Mantab pak ! terima kasih untuk sharingnya ! Senantiasa sehat dan berkah Tuhan menyertai bapak dan keluarga.

    Berkah Dalem

    ReplyDelete