Lho? Bukannya Oktober 2019 yang lalu Bapa Ignatius Suharyo diangkat sebagai kardinal oleh Paus Franciscus? Iya. Benar. Dalam Konsistorium 5 Oktober 2019 di Vatikan, Bapa Ignatius Suharyo Hardjoatmodjo—Uskup Agung Jakarta—diangkat sebagai Kardinal (di) Gereja Katolik Romawi Yang Kudus. Maksudnya? Sebagai Kardinal di Gereja Katolik Keuskupan Roma. Di Keuskupan Roma. Bukan di Indonesia. Bingung? Saya bisa pahami kebingungan Anda. Hampir setahun setelah pengangkatan itu, masih banyak salah pengertian sehubungan dengan martabat kardinal ini. Dalam artikel ini akan saya jelaskan beberapa hal. Semoga bisa meluruskan dan menambah pengetahuan. Oh ya, di tahun 2009 saya pernah menulis artikel “Kardinal: Pangeran Gereja Katolik” di blog saya Tradisi Katolik. Artikel itu pernah saya perbarui lagi di tahun 2013. Meski sudah lama, artikel itu masih relevan untuk mempelajari apa itu kardinal. Mungkin baik kalau tulisan itu dibaca dulu sebelum yang ini.
Seperti yang sudah saya tulis di atas, tidak ada yang namanya “Kardinal Indonesia” itu. Sama seperti tidak ada “Kardinal Italia” atau “Kardinal Papua Nugini”. Yang ada adalah kardinal yang berasal dari Indonesia, atau dari Italia, atau dari Papua Nugini. Yaaaa, kan beda dikit, gitu aja kok repot. Enggak. Beda banyak. Dan, penyebutan “Kardinal Indonesia” itu keliru. Itu bisa menimbulkan salah pengertian.
Begini, kita tahu Gereja (dengan G huruf besar) adalah kumpulan umat beriman. Gereja Katolik Keuskupan Surabaya yang dipimpin oleh Uskup Surabaya, misalnya, adalah kumpulan umat beriman di wilayah Keuskupan Surabaya—yang terbentang dari Kabupaten Rembang (di Provinsi Jawa Tengah!), ke arah timur sampai ke Kota Surabaya dan ke arah selatan sampai ke Kabupaten Blitar di bagian selatan Provinsi Jawa Timur. Kita sudah paham bahwa wilayah suatu keuskupan itu bisa lebih luas dari nama kota yang diambil sebagai nama keuskupannya. Dan, juga, batas-batas wilayah keuskupan itu bisa berbeda dengan batas-batas wilayah di dalam negara. Sebagai contoh, Paroki Santo Herkulanus di Depok itu bukan termasuk wilayah Keuskupan Agung Jakarta tapi Keuskupan Bogor. Oh ya, Kota Depok itu sendiri juga bukan termasuk wilayah Provinsi DKI Jakarta tapi Jawa Barat. Tangerang dan Bekasi itu juga di Jawa Barat ya, bukan di DKI Jakarta. Tapi, Paroki St. Laurensius di Alam Sutera Tangerang dan Paroki St. Bartolomeus di Bekasi itu termasuk wilayah Keuskupan Agung Jakarta. Maka, jangan mencampuradukkan hirarki dan batas-batas wilayah negara dengan Gereja. Itu dulu sebagai pembuka.
Embed from Getty Images
Berikutnya, di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia saat ini ada 37 keuskupan dengan batas-batas teritorialnya masing-masing. Di antara 37 keuskupan itu, 10 adalah keuskupan agung, dan 27 yang lainnya adalah keuskupan (biasa) atau lazim disebut keuskupan sufragan. Ada juga sebuah ordinariat personal yang setara dengan keuskupan, Ordinariat Militer Indonesia. Saat tulisan ini dibuat, ordinaris atau pimpinannya adalah Bapa Ignatius Kardinal Suharyo juga. Ini memang rangkap jabatan bagi beliau, karena Ordinariat Militer Indonesia relatif tidak besar. Di Amerika Serikat, sebagai pembanding, uskup militernya saat tulisan ini dibuat adalah YM Uskup Agung Timothy Broglio. Beliau tidak merangkap jabatan dan mengepalai keuskupan lain. Hanya mengurus Ordinariat Militer Amerika Serikat saja. Itupun masih dibantu 4 uskup auksilier alias uskup pembantu. Sekedar gambaran, dari statistik tahun 2016 yang saya temukan di internet, Ordinariat Militer Amerika Serikat ini punya 386 imam untuk 1.8 juta umat yang mereka layani. Kalau keuskupan bersifat teritorial, dengan batas-batas wilayahnya, ordinariat militer bersifat personal. Ia adalah “keuskupan” bagi anggota militer (dan polisi, untuk di Indonesia) dan keluarganya, di manapun mereka berada, di barak maupun di medan perang.
Lanjut. Beberapa keuskupan yang berdekatan membentuk suatu Provinsi Gerejawi. Provinsi Gerejawi Medan, misalnya, terdiri atas Keuskupan Agung Medan sendiri, plus Keuskupan Padang dan Keuskupan Sibolga. Provinsi Gerejawi Jakarta, contoh lainnya, terdiri atas Keuskupan Agung Jakarta sendiri, plus Keuskupan Bandung dan Keuskupan Bogor. Selanjutnya, beberapa Provinsi Gerejawi yang berdekatan dapat pula membentuk suatu Regio Gerejawi. Regio Gerejawi Jawa, misalnya, mencakup Provinsi Gerejawi Jakarta dan Semarang, dengan jumlah total 7 keuskupan dan keuskupan agung.
Keberadaan Provinsi dan Regio Gerejawi ini memang bisa mengundang tafsir yang salah. Penjelasannya panjang. Tetapi singkatnya, Uskup Agung Medan bukan atasan dari Uskup Padang dan Uskup Sibolga. Juga, Uskup Agung Jakarta bukan atasan dari Uskup Bandung dan Uskup Bogor. Sama sekali bukan. Sebagai uskup dan ordinaris lokal, beliau-beliau itu mempunyai otonomi dalam mengurus keuskupannya masing-masing. Tolong yang ini bisa dimengerti dan dimaklumi dulu. Memang beginilah hirarki Gereja Katolik.
Lalu, di “atas” Provinsi dan Regio Gerejawi itu masih ada lagi di tingkat nasional, sebuah Konferensi Waligereja atau Konferensi Para Uskup. Di Indonesia ada Konferensi Waligereja Indonesia alias KWI. Penjelasannya panjang juga. Satu hal yang pasti, Ketua KWI itu bukan atasan para uskup dan uskup agung di Indonesia. Ketua Konferensi Waligereja bisa dijabat oleh salah satu uskup dan tidak harus oleh yang paling senior. Ketua Konferensi Waligereja Amerika Serikat saat tulisan ini dibuat adalah seorang uskup agung, bukan kardinal. Padahal, saat ini ada 14 orang kardinal dari Amerika Serikat, 8 di antaranya aktif sebagai uskup agung atau dalam jabatan lain di hirarki Gereja Katolik universal, dan 6 sisanya dalam usia pensiun.
Berikutnya, kardinal juga bukan atasan uskup dan uskup agung. Bukan. Bapa Ignatius Kardinal Suharyo dan Bapa Julius Kardinal Darmaatmadja bukan “Kardinal Indonesia” dan beliau berdua bukan atasan para uskup dan uskup agung di Indonesia. Dan, beliau bukan juga perpanjangan tangan Paus untuk mengatur para uskup dan uskup agung di Indonesia. Bukan. Kalau ada yang berpikir, Bapa Julius sudah pensiun, maka diangkatlah Bapa Ignatius sebagai “Kardinal Indonesia”, ini juga salah. Bapa Julius memang pensiun dari jabatan Uskup Agung Jakarta saat beliau mencapai usia pensiun 75 tahun, dan tidak lagi ikut memilih Paus saat beliau mencapai usia 80 tahun, tapi beliau tidak pernah pensiun dari martabat kardinal (dan martabat episkopal/uskup) yang diterimanya. Sekali kardinal tetap kardinal. Sekali uskup tetap uskup. Sama juga, sekali imam tetap imam.
Lalu, siapa atasan uskup? Uskup tidak punya atasan. Ha? Iya. Uskup tidak punya atasan. Memang demikianlah konsepnya di Gereja Katolik kita. Kalau mau, yaa, cuma Paus saja yang bisa dianggap atasan uskup. Karena cuma Paus yang bisa mengangkat dan memberhentikan uskup. Yaaa, tapi masak nggak ada orang/jabatan lain di antara para uskup dan Paus? Maaf, tapi jawabannya adalah, “Nggak ada”. Nunsius Apostolik alias Duta Besar Vatikan di Indonesia adalah perpanjangan tangan Paus di Indonesia. Tapi beliau juga bukan atasan para uskup di Indonesia. Lalu, Prefek atau pimpinan dari Kongregasi untuk Evangelisasi Bangsa-Bangsa di Vatikan memang mengurus para uskup dan keuskupan di Indonesia yang termasuk negara misi, tapi, beliau juga bukan atasan dari para uskup di Indonesia.
Yaa, tapi kan kardinal tetap lebih senior dari uskup dan uskup agung? Benar. Bisa dibilang begitu. Secara martabat, kardinal memang lebih senior dari uskup agung. Bicara martabat, memang benar begini urutannya secara sederhana: diakon, imam, uskup, uskup agung, kardinal, Paus. Masih ada detilnya lagi yang lebih kompleks. Misalnya, antara imam dan uskup hari ini masih ada 3 tingkatan prelatus minor. Membingungkan memang, bagi yang belum paham. Mohon maklum, Gereja Katolik kita adalah institusi dengan 1,2 milyar anggota. Wajar lah kalau manajemennya terdiri dari beberapa tingkatan.
Dalam praktiknya, “senioritas” dalam Gereja Katolik itu cukup kompleks. Seorang uskup (biasa) bisa jadi lebih dituakan daripada seorang uskup agung dan bahkan kardinal, karena faktor-faktor: usia, umur tahbisan imamat, umur tahbisan episkopal/uskup, karena pernah menjadi dosennya, dan lain sebagainya. Di atas kertas dan dalam praktik memang bisa lain.
Embed from Getty Images
Sebagai yang senior secara martabat di kalangan para uskup di Indonesia, Bapa Julius Kardinal dan Bapa Ignatius Kardinal tentu dihormati dan didengar pendapatnya oleh berbagai pihak. Di sisi lain, sebagai yang senior, beliau-beliau tentu menghormati juga otonomi masing-masing uskup untuk mengatur keuskupannya. Tentu tidak pada tempatnya kalau orang berharap Bapa Kardinal mau mencampuri urusan internal masing-masing uskup. Apa yang terjadi di Medan, Bogor, Ruteng, Merauke atau di keuskupan-keuskupan lain akan diurus oleh masing-masing uskupnya, dan bukan merupakan wewenang dan tanggung jawab Bapa Kardinal. Kecuali, bila Vatikan memang secara khusus memberikan tugas kepada beliau. Pernahkah terjadi demikian? Saya belum tahu kalau Bapa Ignatius Kardinal. Yang saya tahu, misalnya, Mgr. Sinaga—Uskup Agung Emeritus Medan—saat ini sedang diminta Paus membantu sebagai Administrator Apostolik di Sibolga, pasca wafatnya Mgr. Ludovikus Simanullang OFMCap. Juga, saat ini Mgr. Mandagi, Uskup Amboina, sedang diminta Paus untuk menjadi Administrator Apostolik di Keuskupan Agung Merauke.
Kalau begitu, apa lalu wewenang dan tanggung jawab seorang kardinal? Wah, banyak. Tapi yang jelas bukan menjadi atasan para uskup atau uskup agung. Ada satu tugas kardinal yang banyak diketahui orang, yaitu memilih Paus baru. Ini untuk kardinal elektor, yang berusia di bawah 80 tahun saat terjadinya kekosongan jabatan Paus. Selain itu, apa lagi? Tergantung Bapa Suci mau memberi tugas apa kepada masing-masing kardinal. Kepada Bapa Ignatius Kardinal, misalnya, Paus Franciscus secara khusus menugaskan beliau menjadi anggota Kongregasi untuk Evangelisasi Bangsa-Bangsa. Belakangan, Paus juga menambah tugas beliau, menjadi anggota Dewan Kepausan untuk Dialog Antaragama. Anggota masing-masing Kongregasi dan Dewan Kepausan itu ada banyak. Biasanya ada belasan dan bisa juga lebih dari dua puluh kardinal dan uskup atau uskup agung. Sesekali para anggota diundang rapat atau kegiatan penting lain, bersama Prefek/Presiden (=pemimpin) dan pejabat-pejabat lain yang bekerja secara penuh-waktu di Vatikan.
Gereja Katolik kita ini institusi yang besar sekali, dan mengurus begitu banyak umat. Institusi ini kan sudah hampir 2.000 tahun umurnya. Sudah relatif tertata dan semua sudah ada pembagiannya sendiri-sendiri, siapa mengurus apa dan di mana. Ya, ini konsekuensi dari organisasi dengan 1,2 milyar anggota. Ribet? Ah, enggak kok, semuanya bisa dibaca dan dipelajari kalau mau.
Kardinal Darmojuwono bersama Paus Yohanes Paulus II |
Di bawah ini ada link yang menarik. Misalnya, ada Daftar Kardinal Sedunia, menurut negara asal, menurut Paus yang mengangkat, dan lain sebagainya. Banyak hal baru yang bisa ditemukan. Tahukah Anda, bahwa kardinal pertama dari Indonesia almarhum Justinus Darmojuwono itu diangkat sebagai kardinal bersamaan dengan almarhum Karol Józef Kardinal Wojtyła alias Paus St. Yohanes Paulus II? Beliau berdua duduk bersebelahan di Konsistorium 26 Juni 1967. Kardinal Darmojuwono di urutan nomor 22 dan Kardinal Wojtyła di nomor 23. Menarik kan? Nah, temukan hal-hal baru yang lain. Silakan. Jangan lupa bagikan tulisan ini, supaya makin banyak orang yang paham.
PS: Kalau Anda masih punya banyak pertanyaan setelah baca yang di atas, mungkin Anda perlu baca (ulang) artikel “Kardinal: Pangeran Gereja Katolik”. Salam.
Link:
Daftar Kardinal Menurut Negara Asal
Daftar Kardinal Menurut Konsistorium/Paus yang Mengangkat
Daftar Kardinal dan Uskup dari Ordo Religius
Terima kasih atas informasinya. Saya ingin bertanya mengenai kardinal diakon. Dalam beberapa foto di Vatikan ada kardinal yang mengenakan dalmasi diakon. Apakah ada informasi mengenai kardinal diakon ini? Terima kasih.
ReplyDeleteBisa baca-baca di sini Pak:
Deletehttps://en.wikipedia.org/wiki/Cardinal_(Catholic_Church)#Cardinal_deacons
https://www.catholic-hierarchy.org/bishop/scardz1.html
Salam,
Albert